Pages

Muak

Selasa, 12 April 2016

Judul: Muak!
Oleh: Adelia P.S

Aku sudah muak dengan tingkah lakunya. Ia terlalu susah diatur dan seenaknya sendiri. Tingkahnya kian hari membuatku jengkel, bahkan sempat mengamuk-ngamuk
.

Kubawa sebilah pisau yang telah diasah, menyembunyikannya di balik punggungku. Saat kuhampiri, ia tengah bermain-main dengan riangnya di depan rumahku. Ck! setelah ini kau tak akan bisa bermain-main lagi. Tanpa sadar, seringai tersemat di bibirku.

Pertukaran

Judul : Pertukaran
Oleh : Adelia P.S

Aku tak tega melihatmu dikeroyok seperti itu. Tak berdaya di tengah-tengah gerombolan preman berbadan kekar. Tubuhmu yang sudah babak belur itu tergeletak di trotoar. Aku ingin menolongmu, tapi aku tak bisa.

Aku ingin sekali merengkuhmu, membawamu ke dalam kehangatan. Saling berbagi kepedihan. Menguatkanmu seperti dahulu, sebelum kejadian itu. Memberimu kekuatan untuk menjalani semuanya. Namun apa daya, diriku tak bisa.

Aku masih mengingat semua itu. Kejadian itu seperti terpatri dalam ingatanku. Tak bisa dihilangkan.

**

Kejutan

Judul: Kejutan
By; Adelia P.S
Kulirik lagi jam tanganku, 07.45 AM. Huh! Ia sudah terlambat, benar-benar terlambat. Mempunyai kekasih seperti Rizki memang harus ekstra sabar. Sudah lebih satu jam tapi ia belum juga datang.

Di hari Valentine ini, aku akan memutuskan hubunganku dengan Rizki. Aku sudah tak tahan lagi dengan sikap egoisnya, selalu ingin menang sendiri. Lebih baik, aku menjalin hubungan dengan Dafa--teman baikku. Dafa lebih baik daripada Rizki. Lagipula kemarin, Dafa menyatakan cintanya kepadaku, tapi masih belum kuterima karena hubunganku dengan Rizki yang masih berjalan.

Benci

Judul: Benci
By: Adelia P.S

**

Dear diary,

Apa kau tahu siapa saja orang yang ku benci? tentu saja kau tahu. Daisy, gadis penggoda itu salah satunya. Cih! hanya karena ia punya wajah cantik lalu dengan mudahnya merebut pacarku, hah! jangan harap. Namun, tenang saja.

Tangan lentik yang sudah berani mengelus rambut pacarku kini, hanya menjadi sebuah daging cincang. Yeah, aku telah memotongnya. Lalu, kurobek dan kutusuk-tusuk mulutnya. Aku tak tahan melihat bibir orang lain berbicara dengan pacarku. Terlebih ia juga menggoda. Kulit putihnya pun kini sudah meleleh. Aku membakarnya bersamaan dengan tubuh molek serta rambut panjangnya itu.

Dendam

Judul: Dendam
By: Adelia P.S

”Cepat! pel lantai ini, lalu cuci semua baju kami, dan jangan lupa untuk menyapu halaman belakang,” titah seorang wanita paruh baya, kepada seorang gadis berambut coklat yang tersungkur di lantai.

”Tapi aku masih banyak tugas yang harus dikerjakan,” sanggah gadis bernama Bella itu.

”Tak usah tapi-tapian, CEPAT!” dua gadis kembar lainnya --Sisi dan Sasa-- dengan tega melempar serbet basah tepat mengenai wajah cantik Bella.

Bella hanya bisa pasrah. Ia sudah terbiasa menerima perlakuan dari ibu tiri beserta saudari-saudari
tirinya itu.

”Lihat saja nanti!”batin Bella.

Fear(s)

Judul: Fear(s)
By: Adelia P.S
.

Panasnya terik matahari membakar kulit, namun itu tak menyurutkan niatku untuk membersihkan taman belakang rumahku siang ini. Dengan semangat kucabuti semua rumput-rumput liar, memotong dedaunan yang tidak simetris, dan tak lupa juga menanam beberapa bunga sebagai tambahan.

Ah, melelahkan tetapi menyenangkan.

Kunyalakan keran air, mengambil selang lalu bersenandung sambil menyirami taman milik ibuku ini. Aroma tanah basah menyeruak seketika, dan aku menyukainya. Terasa segar.

Kuputuskan berbaring sejenak untuk melepas penat. Di bawah pohon rindang ini angin yang menyejukkan berhembus pelan, menenangkan. Rasa kantuk mulai menyerang, dengan perlahan tanpa sadar mataku tertutup.

Sendiri

Judul: Sendiri
Oleh: Adelia Putri Septiani

Daun-daun berguguran, disertai dengan angin dingin
yang berembus kencang, membuat siapa saja harus
merapatkan jaketnya agar tetap hangat. Kupandangi bulan purnama yang bersinar, merebakan cahayanya ke setiap sudut ruangan. Mungkin salju akan turun malam ini.

Semua hal yang ada di sini masih tetap sama. Semua barang-barang tertutup kain putih, berdebu, dan tak terawat. Dan aku masih tetap di sini, terperangkap dalam rumah mewah ini. Menyesapi setiap rasa kesepian, kesendirian, dan kegundahan, bahkan terselip rasa dendam—yang tak kuketahui kapan akan terbalaskan. Duduk termenung di kusen jendela sembari melihat cahaya rembulan di balik gorden, adalah satu-satunya kegiatan yang bisa kulakukan di bulan Desember kelabu kali ini. Huft! Aku bosan.

Where?


Judul: Where?
By: Adelia Putri Septiani

Banyak hal yang tak pernah kita sadari jika hal tersebut adalah nyata. Meskipun, "mereka" ada di dekatmu tapi kau tak pernah menyadarinya.

Tapi aku bisa melihat semuanya dengan gamblang.

Apa kau tahu?

Fact About Me

Judul: Fact About Me
By: Adelia Putri Septiani

Temanku adalah salah satu makhluk yang sangat pemaksa. Setiap keinginannya harus dipenuhi, entah itu hal mengerikan maupun memalukan. Aku bahkan bingung, kenapa aku bisa berteman dengannya?
Hari ini, lewat media sosial bernama Facebook, ia mewajibkanku untuk membuat sebuah status yang berisi tentang 15 fakta tentangku. Dan seperti yang sudah kubilang, ia memaksa.
Baiklah, jika itu maunya, akan kulakukan sejujur-jujurnya.

Redmoon

Redmoon
By: Adelia P.S

Ini adalah malam paling indah.

***

Lily sedari tadi mematut dirinya di depan cermin, menilai-nilai penampilannya dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Semuanya harus sempurna," begitulah gumamnya.

Malam ini adalah hari spesial untuknya. Kekasih barunya akan mengajaknya berkencan, itulah kenapa ia berusaha untuk berpenampilan secantik mungkin. Agar semua berjalan lancar.

Tak berapa lama kemudian, suara sepeda motor yang menderu terdengar di depan rumahnya. Gadis itu segera bergegas keluar dengan senyum yang merekah di bibir merahnya.

Entah Siapa

Judul: Entah Siapa
Oleh: Adelia Putri Septiani

"Ugh!" ucapku melenguh.

Kurenggangkan otot-ototku, menekuri buku selama berjam-jam membuat seluruh tubuhku terasa kaku. Kukucek perlahan mataku yang memerah karena lelah, keadaanku benar-benar kacau. 00:37, itulah angka jam yang tertera di layar ponselku. Sial! sudah lewat tengah malam dan aku belum rampung mengerjakan semua tugasku. Ya ampun! tugas-tugas yang susah ini membuat kepalaku terasa pecah, kenapa pula harus dikumpulkan besok sih?!

Ah, aku menyerah.

Waktumu Telah Tiba! Tik Tok!

Judul: Waktumu Telah Tiba! Tik Tok!

Udara malam yang dingin begitu menusuk kulit, membuatku harus beberapa kali merapatkan balutan jaket tipis yang sedang kupakai. Jalanan berlumpur yang licin mengotori sepatuku, menambah kesialanku hari ini. Entah siapa yang harus kusalahkan, bos yang memerintahkanku
untuk bekerja lembur atau teman kerjaku yang berpura-pura sakit. Ah, semuanya sama saja.

"Hati-hati!"

Suara siapa itu? Dengan sigap kubalikkan badanku, namun yang kutemukan hanyalah jalan kosong yang disinari lampu kuning yang berpijar remang-remang. Mungkin itu hanya halusinasiku. Mungkin.

Tapi ... kenapa aku merasa seperti diawasi?

Mate

Judul: Mate
By: Adelia P.S

"Tolong!"

Sial! Kelompok serigala jadi-jadian itu terus mengejarku. Beberapa kali aku terjatuh, namun bangkit lagi untuk menjauh. Memar, gores, dan darah memenuhi tubuh. Pedih pada kaki tak kupedulikan. Yang utama hanya kabur dari kejaran mereka.

Lolongan demi lolongan terdengar dari belakang, mungkin untuk memberitahu kawanan lain jika akan ada makan bersama. Argh! Sial! Bagaimana aku bisa berpikir hal mengerikan seperti itu saat ini?!

"Aw!" Karena tidak memerhatikan jalan, alhasil aku tersandung. Mengutuki akar, lantas aku berdiri. Namun terlambat.

Pain



Judul: Pain


By: Adelia P.S
.
"Juara pertama diraih oleh ... Adelia Putri Septiani!"
.
Tepuk tangan langsung riuh menggema. Seorang gadis cantik berdiri dari duduknya, debaran senang di dada semakin cepat tatkala langkahnya semakin dekat menghampiri panggung.
.
Sedikit gemetar dia menerima piala, lengkung indah di bibirnya semakin lebar saat bersalaman dengan kepala sekolah.

I Have A Reason

Judul: I Have A Reason
By: Adelia P.S

Neraka bocor, begitulah yang kusimpulkan. Udara dan sinar yang menyengat membakar kulit, tidak ada angin segar sama sekali, malah debu kering yang berhamburan menyesakkan dada. Hanyala rumah satu-satunya tempatku bernaung dari itu semua.
.
Akhirnya. Kuseka keringatku dari pelipis, sebuah tanda dari kerja keras—atau kegerahan. Ceritaku telah selesai. Sekarang, hanya tinggal mempublikasikan
nya. Tidak lupa kulampirkan sebuah cover dan hastag andalanku, #newbie_beraksi .

Leo (The Zodiac)


Leo (The Zodiac)
By: Adelia P.S
.
Matahari bersinar dalam keangkuhan. Panasnya menyorot tanpa ampun. Normalnya orang-orang akan berteduh, menenggak minuman dingin, dan bersantai. Namun tidak bagi tiga orang di tengah padang pasir itu.
.
"Stephen, apa benar peta yang kau bawa itu menunjukkan letak harta karun?" Evan bertanya dengan terengah-engah, keringat sudah membanjiri badan pemuda itu. Sejenak dia membetulkan letak ranselnya yang berisi berbagai perlengkapan.

Virgo (The Zodiac)

Virgo (The Zodiac)
By: Adelia P.S

"Cepat pel bagian sana!"
.
Bugh! Tanpa perasaan wanita itu menendang perut gadis yang ada di hadapannya. Dia kemudian melenggang pergi, seolah tuli dengan gadis itu yang merintih perih.
.
Karen namanya, anak perempuan itu melanjutkan pekerjaannya. Dengan peluh yang bercucuran di pelipis, dia terus mengepel sambil meringis. Jika dirinya ingin makan, pekerjaan rumah yang berat harus dilakukan.
.

Capricorn (The Zodiac)

Capricorn (The Zodiac)
By: Adelia P.S
.
Langit tengah bersahabat. Dia tidak sedang menurunkan hujan, tidak pula memanggang badan. Angin yang berhembus perlahan sungguh menyejukkan. Taman kampus yang sehari-harinya ramai, ini makin penuh.
.
Seorang pemuda mengedarkan pandangan, lalu meneguk sodanya perlahan. Hari yang cerah untuk bersantai, batinnya. Namun tiba-tiba sebuah tepukan pada bahu menyentaknya, membuatnya menghunus tatapan tajam kepada seseorang yang mengganggunya itu. Edwin, temannya itu malah cengengesan.
.
"Hei, tawuran nanti kau ikut tidak?" Edwin bertanya, dan dia menggeleng.

Libra (The Zodiac)

Libra (The Zodiac)
By: Adelia P.S
Panas sang surya membakar bumi, tak tanggung-tanggung hingga memanggang kulit. Tanah telah kering kerontang, bahkan rumput pun enggan tumbuh di lahan desa tersebut.
Raungan lapar kian histeris terdengar, namun semua orang tidak peduli urusan perut orang lain, karena keadaan mereka sama. Kelaparan. Antrian mengular panjang, semua berbaris, menunggu berjam-jam hanya untuk seteguk air yang tidak dapat memuaskan dahaga. Dan saat persediaan habis, kerusuhan tidak terhindarkan.

Sebuah mobil bak melaju dengan susah payah di jalan, debu berhamburan tidak karuan. Menutupi pandangan. Dan saat kendaraan itu sampai di perkampungan itu, benda itu berhenti.
Beberapa orang melompat turun dari mobil bak tersebut, semuanya memandang desa itu dengan iba. Sungguh mengenaskan. Pemerintah memang tidak peduli dengan rakyat seperti mereka.
 
FREE BLOG TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS