Pages

Butterfly

Senin, 04 September 2017

"Selamat siang," sapa Vlau tepat setelah aku membuka pintu. Senyumnya merekah lebar dengan keceriaan yang tercermin dari perilaku.

"Masuk."

Manik gadis tersebut menetap pada wajahku. "Bisa langsung kulihat?" tanya dia langsung, binar matanya yang amat menyilaukan pandangan, hanya karena kupu-kupu.

"Ayo."

Langkahnya tanpa suara mengikuti dari belakang. Namun aku tahu kepalanya takkan diam. Sudah bisa dipastikan netra Vlau akan kesana-kemari bersamaan mulut yang tidak bisa bungkam, terbuka oleh keterpesonaan.

"Mana sih? Kat--"

"Vlau." Keluhan terpotong panggilanku.

"Eh, iya?" jawabnya agak gelagapan, sedikit tersipu.

"Kenapa kau bersikeras ingin melihat kupu-kupuku?"

Save Me

Minggu, 27 Agustus 2017

Aku memang tidak pantas menjadi penulis. Mimpi kecil itu terlalu jauh dicapai walau aku telah merangkak pada jalan penuh kaca yang membuat seluruh tubuh teriris.
.
Terima kasih sudah mengingatkanku ..., Ibu.
***
Satu demi satu receh kuhitung teliti. Hanya beberapa keping koin dan satu lembar seribuan lusuh kali ini. Mungkin hanya bisa ke warnet beberapa menit dan sebungkus roti? Namun ... bagaimana dengan Nani?
.
Ah, sudahlah.
.
Aku beranjak berdiri. Menepuk sedikit bagian belakang celana rombeng yang tertempel debu sana sini, kaki lalu melangkah mantap ke arah warung kopi.
.
"Hey, jangan pergi lu!"
.
Gawat!
.
Lari!
.
"Eits!" Terlambat. Ujung kaos telah dicengkram kuat.
.
"Lepas!"
.
Meronta. Memukul walau hanya mengenai udara. Menendang-nendang meski kerikil yang malah membuatku berdarah.
.

Spring Day

Sabtu, 08 Juli 2017

Tidak ada yang bisa kulakukan selain membiarkan rindu menjerat hati.
***

Musim salju masih dilalui, kristal nan dingin menyelebungi tiap sudut kota ini. Kata orang putih artinya suci, bagiku? Mati.

Sering aku bertanya-tanya, apabila aku menjadi debu yang diterbangkan angin, akankah kita bertemu lebih leluasa? Atau tetap saja menjadi nasib yang sudah-sudah?

"I miss you." Hening sesaat. "Miss you too," balasnya dari seberang telepon dengan sedikit tercekat. Dan aku tahu, rindu membunuh kita lamat-lamat.

"Tunggu sebentar lagi, aku akan segera pergi dari sini."
***

Dari Matamu

Bodoh! Kenapa aku bisa tergila-gila?
***

"Kak?"

"Eh!" Aku tersentak dengan kibasan tangannya, mengembalikan kesadaran yang sempat kemana-mana. Ia tertawa. Mata yang tadi menenggelamkanku kini menyipit manis, aku suka.

"Ada apa, Kak? Kok nyuruh aku ke sini?" Manik biru indah itu menjelajah, memandang alam dari rumput-rumput liar di belakang sekolah, tempat aku membawanya.

"Erm, itu ...," ujarku menggantung, dengan nada gugup, senang, serta perasaan yang terselubung.

Kakiku bergerak-gerak tidak tenang. Dan kupastikan wajahku semerah kepiting panggang. Sial, aku tidak tahan.

Seolah bisa membaca pikiranku, gadis itu ikut tersipu. Mata yang membuatku jatuh hati kini berkedip-kedip malu. "Apa mungkin Kakak ingin--"

"Ya!"

Biarlah!

Hate Me!

Senin, 03 Juli 2017

"Bencilah aku!"
***
Kerlip ceria lampu bianglala terlihat di kejauhan, sungguh indah dalam pandangan, juga sakit menikam. Pria di sebelahku melihatnya dengan mata menerawang, atensinya beralih kemudian. "Rain, itu wahana terakhir kita, kan?" tanyanya dengan senyum perih terpampang. Sedangkan aku hanya berjalan, berusaha menghindari tatapan matanya yang sekelam arang.
.
"Cepatlah, bodoh!"
***
Bianglala setinggi 100 meter tersebut menjulang, berdiri kokoh dengan langit malam sebagai latar belakang. "Silahkan, Tuan dan Nyonya," petugas beraut ramah itu menggumam.
.
Surya naik terlebih dahulu, saat aku ingin mengikuti tindakan itu, tangannya terjulur padaku. "Hati-hati," ujarnya lengkap dengan lengkung bibir dan mata teduh.
.
Ingin hati meraih, tapi akal menghalangi. "Tidak! Minggir!" Kelembutan Surya kutepis kasar, wajahnya mengukir sedih, begitu pun diri sendiri.
.

Fire

Jumat, 30 Juni 2017

Rain, kau adalah kesejukan dalam panasnya matahariku. Maukah kau menjadi hujanku?
Terima cintaku dengan mengirimkan lagi surat ini beserta "Ya".
Jika tidak, bakar saja.
Tertanda, Surya.
***
Asap kelabu membumbung tinggi di antara awan, menggelapkan langit yang semula benderang. Sedangkan, gugusan api berkobar ganas membakar segala barang, menghanguskan.
"Rain!" Kepala Surya celingukan sedari tadi, berusaha menemukan sahabat tersayang di antara orang-orang yang berhasil menyelamatkan diri. Namun sosok gadisnya tidak terdeteksi. "Sial!"
Lalu, tidak ada yang sempat mencegahnya untuk menerobos gedung yang terkungkung jago merah itu.
Jilatan api di sekeliling seolah memanggangnya, asap menyesakkan dada, bahkan ia harus berjuang keras untuk tidak terbatuk saat mengambil udara.
"Rain!" Kaki panjang Surya melangkah lebar-lebar dengan tergesa, tapi masih belum menemukan tanda Rain berada.
Ia makin panik. Karbon yang ia hirup sekarang mencekik, pandangannya mulai dipenuhi bintik.
"Rai-"

I Need U

Sabtu, 03 Juni 2017

Tangan putih pria itu membalik tiap halaman koran, mencari berita yang sekiranya menarik perhatian. Tiba-tiba terdengar denting gelas dari depan, lalu saat ia mendongak tatapannya berubah mematikan.
"Ini kopi untukmu, Oppa." Haneul membungkuk dengan susah payah, perut besar menyulitkan pergerakannya.
"Siapa yang menyuruhmu, huh? Jangan buatkan lagi," tandas Suga langsung. Setelah beberapa detik memberikan tatapan sarat ancaman, ia kembali menekuri lembar-lembar informasi di genggaman.
"Ah, maaf." Haneul menunduk dalam, tangan mengelus kandungan. Usaha baiknya tidak dihiraukan, sengatan tajam di hati berimbas pada mata yang mulai kemerahan.
***
"Oppa, bisa kau buatkan aku semangkuk bubur?" hati-hati perempuan bermata coklat tersebut meminta, berharap kali ini saja sang suami memenuhi permintaannya.
Namun ekspresi laki-laki itu menggelap. "Tidak."
"Tolong, kali ini saja. Aku janji tidak akan me—"
"Kubilang tidak! Kau pesan di restoran saja. Jangan memerintahku." Bentakan kasar seperti itu sudah ia terima setiap hari, tapi tetap saja retak kian menganga di hati.

Anomaly Life

Jumat, 02 Juni 2017

Ia mematut diri. Perlahan bibirnya dimerahkan oleh lipstick di jemari, juga menyapukan warna cerah yang meronakan pipi. Rambut indah panjang bergelombang ia gerai, cantik bak peri.

"Apa-apaan ini?!" Ibunya menderap murka. Kerjap selanjutnya, segala alat rias pecah berhamburan, jatuh mengenaskan dari meja.

Plak! "Kau itu laki-laki, Dito!"

Mata coklat bening itu berkaca-kaca, tapi tidak sudi ia menangis di hadapan ibunya. "Aku Dita, Bu! Kak Dito sudah mati! Mati!"

Wajah wanita paruh baya tersebut makin memucat menahan geram. Tanpa basa-basi surai hitam Dita dicengkram, menggeretnya ke kamar mandi bersama tubuh mungil yang terseret kejam. Sampai di sana, kepala ditenggelamkan paksa dalam kubangan air keran. Setengah menit lamanya, saat kembali diangkat gadis itu terbatuk hebat, hidung serta mulut terbuka berusaha meraup sebanyak mungkin oksigen yang ada. Belum sempat bernapas benar, ia kembali dihempaskan ke lantai oleh ibunya. Lalu desing aneh terdengar di telinga, matanya melebar ngeri dengan apa yang ibunya bawa, kabur sudah terlambat karena tubuh wanita paruh baya tersebut telah menindihnya, mengekang raga.

Anyeong, Junie!

Kamis, 01 Juni 2017

Yeonbi meringkuk dalam kesedihan di tengah hujan, basah oleh guyuran langit dan air mata yang tidak terhentikan.
"Memangnya aku bisa memastikan kalau itu adalah perbuatanku?" Untuk kesekian kalinya perkataan itu berulang, menjatuhkannya lagi pada perasaan kelam di jurang keputusasaan.
Dasar bajingan!
***
31 Mei 2017
Petir menyambar marah, gemuruh angkasa meraung garang pada siapa saja. Langit malam Seoul kala itu sedang murka.
"Teruskan!"
Seorang wanita tua—bidan—terus berteriak pada wanita di hadapan, yang telah kuyup oleh peluh dalam perjuangan untuk melahirkan anak tak diharapkan.
Kontraksi kembali datang. Yeonbin tenggelam dalam kesakitan, kain kumal yang ia gigit untuk menahan teriakan membuat rahangnya kram.
Ada yang bidan itu khawatirkan. Tangan keriputnya mengambil gunting kemudian memecah paksa air ketuban yang ada di dalam.
Menit-menit berlalu menegangkan, ada nyawa yang dipertaruhkan. Berita buruknya sang bayi belum juga bisa dikeluarkan.
Yeonbin untuk kesekian kalinya mengejan. Butuh usaha keras karena tubuhnya lemas dan kesakitan. Namun pada akhirnya kepala bayi mulai menunjukkan penampakan.
Hanya sampai itu.

Tied Up! (Last Bab: Dia Gila, Gue Gila!)

Jumat, 26 Mei 2017

Siapa yang bersuara?!
.
Tidak mungkin itu Jimin. Tidak!
.
Saat aku berbalik, apa yang di hadapan membuatku tercengang. Dia, Susi?! Eh, maksudku, Suga?!
.
"Lama tidak berjumpa,Sayang." Pria itu mengedipkan sebelah matanya, aku bergidik, menjijikkan sekali!
.
"Karena kau sudah mengetahuinya, mari kita tuntaskan sekarang," seringai mengerikan ada di wajah putih mulusnya, tangannya yang bahkan terlihat lebih halus dari pantat bayi terulur, menjangkau pundakku, tapi sebelum itu tangan lain menarikku menjauh, membuatku berada di posisi belakang punggung nan kokoh.
.
/Untuk kali ini saja, biarkan dia jadi milikku, Kak./
Walau rasa mual masih menggelayut akibat ruangan penuh darah tadi, tapi desir hangat saat Jimin mengisyaratkan bahwa aku miliknya membuat kupu-kupu terbang di perutku.
.
Tunggu ....
.
"Kak?!"
.

Tied Up! (Bab 3: Ih, Gemesin!)

Diam.
.
Hening.
.
Sedari tadi Jimin diam tanpa melakukan apapun. Hanya menatapku tajam dan mematikan dengan mata sipit coklat polosnya, bibir yang merah muda juga menggemaskan itu mengerucut dan maju beberapa senti. Dia ngambek. Aduh, aku baru tahu penculik bisa ngambek.
.
"Jimin!"
.
Tidak ada balasan.
.
"Jimin!"
.
Aih, kacang!
.
"Jimin, aku lapar!" Untuk pertama kalinya setelah berdiam diri sekian lama, akhirnya ia bergerak, tangannya yang kekar mengambil sebuah piring di nakas yang berisi segunduk nasi dan tumpukan lauk. "Aku harus makan sendiri, jadi kau harus—" Bahkan belum sempat menggenapkan kalimatku, pelototan ganas darinya membuatku bungkam. Serupawan apapun juga seorang manusia, tetap saja menyeramkan jika bola matanya sudah ingin keluar.
.

Pisces (The Zodiac)

"Hei, katanya Pak Edi akan diangkat menjadi Kepala Bagian Pelayanan Medik."
.
"Wah, benarkah? Kupikir Pak Zamil, kau tahu kan, dokter tampan itu."
.
"Ah, benar juga. Tapi kan ... Pak Edi adalah menantu pak direktur, jadi wajar saja."
.
"Tidak adil! Pak Zamil kan—Aw!" Perawat itu melotot ke teman gosip yang sudah menyikut pinggangnya, mata mendelik tidak terima, masih belum mengetahui seorang laki-laki juga menunggu lift bersama mereka.
.
"Pak Edi naik jabatan, ya?" pemuda itu bertanya, di bibir hanya senyum yang bertahta, berbanding terbalik dengan wajah yang tertarik kaku sekeras bata.
.
"E-eh, selamat pagi, Pak Zamil," gelagap perawat itu. Lagi-lagi, kekesalan tertumpah ke orang sebelahnya yang sekarang gugup menatap sepatu.
.
"Santai saja denganku, panggil saja Zamil, umurku baru 20 tahun, lebih muda dari kalian."
.
Ting!
.

Forgetness?

Selasa, 25 April 2017

Aku gelap apapun tentang manusia, tapi setidaknya ... aku tahu sebuah kisah salah satu dari mereka. Cerita mengenai rasa takut, takut akan lupa.
***
Rain tertegun, untuk sesaat tubuhnya mematung. Kemudian gadis itu termenung. "Apa yang akan kulakukan?"
.
"Mana sepatuku, Rain?" teriakan dari suaminya, Surya.
.
"Ah, benar! Sepatu!"
.
Segera ia menyambar sepasang sepatu yang tergeletak di bawah meja rias. Kemudian, menghampiri pria kesayangannya dengan bergegas.
***
Awalnya hanya ingatan-ingatan sepele yang perlahan memudar. Namun siapa sangka apabila masalah akan bertambah besar?
***
Rain sedang melamun saat bau terbakar itu merambat di udara, belum sempat ia bereaksi saat itu juga api membakar tubuhnya, lupa jika badan bersandar pada kompor yang tengah menyala.
.

Tied Up! (Bab 2: Gue Diculik Beneran?)

Minggu, 16 April 2017

"Oi,  Mas, Pak, Bang,  Paman,  Kakek,  atau apapun panggilan lu,  tolong lepasin gue!  Kalau nggak ... em,  kalau nggak ...." Haduh,  penculik biasanya diancam apa?

Lagi, dia menggerakkan tangannya. /Tenanglah. Aku tidak akan menyakiti kamu./

Laki-laki itu mundur beberapa langkah, kemudian saklar lampu dihidupkan. Mataku yang masih terbiasa dengan gelap, sekarang menyipit karena silau. Dan saat aku tanpa sengaja menangkap rupa penculikku, silau itu makin terang, hampir membutakan. Tampan sekali dia, bagaimana bisa segala keindahan di dunia ini seolah tumpah pada wajahnya?

Tied Up! (Bab 1: Sial!)

"Ri, beneran dia udah pulang, kan?" Tidak ada sahutan.

"Ri? Ri?!"

"Iya! Masya Allah, apa salah hamba sehingga mendapat sahabat tidak berperikemanusiaan seperti dia, ya Allah?" Sekuat tenaga aku menahan keinginan untuk memutar bola mata. Perempuan satu ini memang lebay, jadi maklumi saja.

Tied Up! (Sinopsis)

Tied Up!
By Miss A feat East

Sinopsis
.
Aku sudah gila ... ya, gila! Bagaimana bisa aku menyukai penculik itu?!
.
Hariku monoton setiap hari, hanya saja baru-baru ini seorang pria menganggu rutinitas itu. "Cinta bukan hanya tentang kebahagiaan," sangkalku kepadanya. But he is such a pig-headed!
.
Dalam upaya untuk menghindar, aku rela selalu pulang malam hanya agar tidak berpapasan dengannya. Tapi itu malah membawa petaka.
.
Suatu malam, aku terbangun dalam kegelapan, butuh beberapa detik untuk menyadari bahwa ... itu bukan kamar yang familiar, serta tangan dan kakiku terikat kencang.
.
Di tengah kebingungan dia muncul. Ya, dia. Seorang laki-laki bisu yang menderita keterbelakangan mental, penculikku.

Me

Sabtu, 04 Maret 2017

Memulai tuk asah pena, wajar bukan bagi manusia untuk belajar dari semula?
#Newbie_beraksi Nih cerita agak-agak ... gimana gitu ya --" 15+ Belum cukup umur jangan baca!
.
Judul: Me
By: Adelia P.S
.
Byur!
.
Air bekas cucian itu disiramkan padaku, aromanya menyengat dengan berbagai sampah bau. Mulut mereka terbuka lebar, terbahak oleh kejadian nista yang menimpaku. Sedangkan diri ini, hanya tergugu. Memangnya apa yang bisa dilakukan gadis bisu?

Sampai Akhir

Senin, 09 Januari 2017

Doakan saja guru gue nggak ngasih pr banyak-banyak, biar bisa lanjut bikin cerita :") Amiin.
Jangan baca kalau merasa kurang sehat 3:)
.
Judul: Sampai Akhir
By: Adelia P.S
.
"Berhenti! Jangan mendekat!" Serly lagi-lagi berteriak, suara yang biasa terdengar lembut dan hangat itu kini bergetar ketakutan. Kakinya yang jenjang terus melangkah ke belakang. Menghindar.
.
Bryan terlihat khawatir, namun apalah daya jika ia mendekat maka gadis itu semakin menjauh. Wajahnya yang penuh darah berkerut frustasi. "Dengarkan aku dulu, Serly!"
.
"Tidak, kau pembunuh! Pembunuh!"

Go

Jumat, 06 Januari 2017

Siapkan jantung cadangan kalau baca :v DILARANG BAPER!  #Newbie_beraksi
.
Judul: Go
By: Adelia P.S
.
Menunggu iti menyesakkan dada.
***
Langit kelam menggantung di cakrawala, semilir dingin membekukan raga, dan aku yakin rinai hujan akan turun segera. Suasana kantin kembali ramai saat bel istirahat berdentang, para siswa hilir mudik melengang. Akhirnya, orang yang kunanti datang. Kuserukan namanya lantang. "Surya!"
.
Mungkin karena teriakan, ia langsung berjalan, kemudian duduk di sampingku sekaligus berhadapan dengan sahabatnya yang sedari tadi diam. Manik coklatnya menatapku terang-terangan, lalu senyum kecilnya mengembang, yang dapat kuartikan sebagai kebahagiaan sekaligus kesepian.
 
FREE BLOG TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS