.
Judul: Go
By: Adelia P.S
.
Menunggu iti menyesakkan dada.
***
Langit kelam menggantung di cakrawala, semilir dingin membekukan raga, dan aku yakin rinai hujan akan turun segera. Suasana kantin kembali ramai saat bel istirahat berdentang, para siswa hilir mudik melengang. Akhirnya, orang yang kunanti datang. Kuserukan namanya lantang. "Surya!"
.
Mungkin karena teriakan, ia langsung berjalan, kemudian duduk di sampingku sekaligus berhadapan dengan sahabatnya yang sedari tadi diam. Manik coklatnya menatapku terang-terangan, lalu senyum kecilnya mengembang, yang dapat kuartikan sebagai kebahagiaan sekaligus kesepian.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Rosi, sahabatnya. Kurasa dia tipe yang perhatian, terbukti dari sorot matanya yang sarat kekhawatiran.
.
"Baik." Sebuah dusta. Tidak mungkin seseorang dengan mata merah, lingkaran panda, juga pucat seolah tidak bernyawa dikatakan tidak apa-apa. Dan sepertinya Rosi punya pemikiran yang sama. "Terserah padamu. Aku hanya mengingatkan, kau punya sahabat yang ada di sini untukmu."
.
"Aku tahu." Dapat kurasakan tangannya bergerak di bawah meja, lengan dinginku digenggam olehnya. "Tapi sepertinya aku hanya butuh satu hal." Kepadakulah pandangan sendunya terarah. "Dia."
***
Surya namanya, seorang laki-laki selain ayah yang kuanggap sebagai pria. Kini dia berjalan di sebelah, cengkeramannya pada tanganku sudah seperti anak dengan ibunya. Namun aku harus maklum, karena rasa takut kehilangannya yang melingkupi jiwa.
.
Tiba-tiba sesosok perempuan menghampiri kami. Mata bulat hitam, hidung mungil, bibir tipis, dan poni menutupi dahi. Aku mengerti, dia Stefani. "Hai, Surya!" sapa gadis di hadapanku ini. Deheman menjadi balasan. Itulah ciri khas orang dingin sepertinya. Dia tidak akan repot-repot membuka mulut untuk basa-basi yang menurutnya tidak perlu jawaban.
.
"Aku turut berduka mendengar berita kecelakaan tersebut." Satu kalimat dan ia membeku, tatapannya berubah menjadi tidak seramah dulu. Seharusnya Stefani tidak menyebut peristiwa itu, kejadian yang merubah pria-ku.
.
"Omong-omong, apa kau punya waktu akhir pekan ini?" Kini giliranku yang terpaku. Sudah jelas gadis ini tertarik dengan lelaki-ku. Melepaskan tautan tangan, aku pergi terburu-buru, sebelum perasaan tidak pantas yang disebut cemburu menderaku, karena aku sadar ... apa hakku?
.
Lihatlah perempuan itu, akan sempurna bersanding dengan Surya-ku. Toh, semua hubungan kami sebenarnya telah berakhir sejak dua bulan lalu.
.
Hentak kaki tergesa menghampiri, hangatnya tangan Surya kembali melingkupi lengan dingin ini. "Rain, jangan pedulikan dia. Ayo, pulang!" Tanpa diberi kesempatan membantah, ia menarikku menuju rumah. Inilah aku, gadis pendiam yang hanya bisa pasrah pada arus takdir yang membawanya.
***
Surya kembali bergelung, kepalanya menyuruk perutku, dan tubuhnya meringkuk seperti bayi yang masih dikandung. Tangannya melingkari punggung, sedangkan badan rilek berbaring di kasur. Sikap manjanya malah membuatku bingung.
.
"Jangan seperti ini, tolong."
.
Ia tidak mengindahkan, badannya bergeming dengan kepala yang masih di pangkuan. Kualihkan pandangan, raja siang sudah kembali ke peraduan, ratu malam bersama prajurit bintangnya menghiasi gelaran angkasa hitam, ditambah dengan rinai hujan yang berjatuhan. Dan waktu masih tetap berjalan. Tetap saja, walau ingin akubtidak bisa mencegah sebuah kepergian.
.
"Lagipula, kau tahu hubungan kita tidaklah direstui, bukan? Kita bersaudara." Ucapanku membuatnya bangkit, mata tajamnya menghunus dengan sorot yang makin membuatku sakit. "Tapi bukan sedarah!"
.
Aku menghela napas lelah. Tidak akan mudah meyakinkan orang keras kepala. "Terserah. Namun apa kau ingat kecelakaan dua bulan lalu?"
.
"Jangan bahas itu!" Dia mengancam.
.
Tidak bisa, penjelasan harus diteruskan. "Surya, kau harus terima kalau itu kenyataan!" Manik coklatnya menghindariku, tidak mau beradu pandang.
.
Dengan perlahan aku berdiri, kemudian menghampiri jendela dan menyandarkan tubuh pada kursi. "Kedua orang tua kita kini meninggal." Setelah mengukur reaksinya, aku melanjutkan. "Apa kau tak muak dengan tatapan aneh orang-orang semenjak kejadian itu?" Seorang Surya, yang dulu terlampau ramah, sekarang bahkan tidak terjamah. Kehilangan membuatmu berubah."
.
"Aku tidak peduli! Asal kau selalu di sampingku, aku tidak masalah. Lagipula, aku sudah dianggap aneh semenjak lahir."
.
"Tidak bisa, " cicitku lirih serupa bisikan.
.
"Kenapa?!"
.
"Terimalah kalau hanya kau yang selamat dari kecelakaan itu! Kau tidak bisa berpacaran dengan hantu!"
.
Hampir tengah malam. Berangsur-angsur sosokku menjelma transparan. Aku sudah kehabisan kesempatan 49 hari yang diberikan.
.
"Maaf, aku harus meninggalkanmu bersama kedukaan."
.
Kemudian, wujudku menghilang saat jam dua belas kali berdentang, bersamaan dengan petir yang menyambar membutakan pandangan.
.
Tamat.
Cerpen ini terinspirasi dari lagu I Need U - BTS ♥♡♥♡♥♡
Krisan juseyo! ^-^
Krisan juseyo! ^-^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar