Miss Teryous
Part 7: Attack
Keesokan harinya.
Tery terduduk di bangku kuliahnya, memasang sikap tenang. Sesekali, gadis itu menguap bosan dengan penjelasan dosen di depannya. Otak jeniusnya sudah mengetahui semua pelajaran dosennya, bahkan sebelum dosen itu menyampaikannya ia sudah menguasainya.
Sebenarnya, Tery sangat berharap jika ledakan kemarin membakar kelasnya, atau bahkan seluruh bangunan kampusnya. Sehingga ia bisa berleha-leha dirumah ataupun merencanakan 'sesuatu' daripada mendengar penjelasan bodoh dari laki-laki tua yang berdiri di depan kelasnya. Namun sayang, ledakan kemarin hanya membakar area parkir dan sebagian laboratorium—yang sekarang tengah direnovasi.
Para polisi disibukkan dengan kasus beberapa ledakan yang terjadi kemarin, sekaligus dua kasus pembunuhan di perpustakaan dan jalanan kota, namun seluruh bukti yang ada tak cukup untuk bisa menuduh siapapun sebagai tersangka. Dan Tery bersyukur karena itu, dengan begitu tidak ada yang tahu jika dia terlibat di dalamnya.
Ia mengalihkan fokusnya ke arah luar jendela, memandangi taman kampusnya yang dipenuhi rumput sebagai alasnya dan beberapa batang pohon yang menyejukan serta bunga warna-warni yang sangat indah. Tanpa sadar gadis itu tersenyum, kala mengingat kenangan masa kecilnya bersama orang-orang tersayang.
Namun senyuman itu pudar saat ia melihat siluet hitam seorang pria berjas, berdiri di antara bayang pepohonan yang menyamarkan keberadaanya. Dan Tery yakin jika orang itu adalah salah satu musuhnya.
"Sial!"
Tepat saat itu juga bel berdering dengan nyaring. Tangannya dengan cekatan memasukkan semua barang-barang ke dalam tas, kemudian berlari sekencang mungkin, tak memperdulikan tatapan garang dosen yang belum keluar dari kelasnya. Tapi belum sempat ia melesat lebih jauh lagi, tubuhnya menabrak seorang pria yang membuatnya terjatuh dan meringis kesakitan.
Tery mendongak, lalu langsung mendengus sebal setelah melihat cengiran tak berdosa dari orang yang mampu membuatnya jengkel setengah mati. Ryo.
Gadis itu bangkit, lalu bersiap-siap untuk berlari. Namun sebuah suara menginterupsi.
"Semuanya diharapkan segera berkumpul di lapangan sekarang!" Pengumuman itu keluar dari corong pengeras suara yang dipasang diberbagai sudut kampus. Orang-orang mulai berbondong-bondong menuju tempat yang sudah disebutkan, begitu pula Ryo yang sudah menarik Tery ikut bersamanya.
Gadis itu mengggumamkan sesuatu, kemudian melaju cepat ke arah yang berlawanan daripada yang lain. Tapi hal yang tak disangka-sangka terjadi, Ryo membuntutinya hingga ke belakang kampus.
"Apa yang kau lakukan?!" pekik Tery terkejut bercampur kesal.
Part 7: Attack
Keesokan harinya.
Tery terduduk di bangku kuliahnya, memasang sikap tenang. Sesekali, gadis itu menguap bosan dengan penjelasan dosen di depannya. Otak jeniusnya sudah mengetahui semua pelajaran dosennya, bahkan sebelum dosen itu menyampaikannya ia sudah menguasainya.
Sebenarnya, Tery sangat berharap jika ledakan kemarin membakar kelasnya, atau bahkan seluruh bangunan kampusnya. Sehingga ia bisa berleha-leha dirumah ataupun merencanakan 'sesuatu' daripada mendengar penjelasan bodoh dari laki-laki tua yang berdiri di depan kelasnya. Namun sayang, ledakan kemarin hanya membakar area parkir dan sebagian laboratorium—yang sekarang tengah direnovasi.
Para polisi disibukkan dengan kasus beberapa ledakan yang terjadi kemarin, sekaligus dua kasus pembunuhan di perpustakaan dan jalanan kota, namun seluruh bukti yang ada tak cukup untuk bisa menuduh siapapun sebagai tersangka. Dan Tery bersyukur karena itu, dengan begitu tidak ada yang tahu jika dia terlibat di dalamnya.
Ia mengalihkan fokusnya ke arah luar jendela, memandangi taman kampusnya yang dipenuhi rumput sebagai alasnya dan beberapa batang pohon yang menyejukan serta bunga warna-warni yang sangat indah. Tanpa sadar gadis itu tersenyum, kala mengingat kenangan masa kecilnya bersama orang-orang tersayang.
Namun senyuman itu pudar saat ia melihat siluet hitam seorang pria berjas, berdiri di antara bayang pepohonan yang menyamarkan keberadaanya. Dan Tery yakin jika orang itu adalah salah satu musuhnya.
"Sial!"
Tepat saat itu juga bel berdering dengan nyaring. Tangannya dengan cekatan memasukkan semua barang-barang ke dalam tas, kemudian berlari sekencang mungkin, tak memperdulikan tatapan garang dosen yang belum keluar dari kelasnya. Tapi belum sempat ia melesat lebih jauh lagi, tubuhnya menabrak seorang pria yang membuatnya terjatuh dan meringis kesakitan.
Tery mendongak, lalu langsung mendengus sebal setelah melihat cengiran tak berdosa dari orang yang mampu membuatnya jengkel setengah mati. Ryo.
Gadis itu bangkit, lalu bersiap-siap untuk berlari. Namun sebuah suara menginterupsi.
"Semuanya diharapkan segera berkumpul di lapangan sekarang!" Pengumuman itu keluar dari corong pengeras suara yang dipasang diberbagai sudut kampus. Orang-orang mulai berbondong-bondong menuju tempat yang sudah disebutkan, begitu pula Ryo yang sudah menarik Tery ikut bersamanya.
Gadis itu mengggumamkan sesuatu, kemudian melaju cepat ke arah yang berlawanan daripada yang lain. Tapi hal yang tak disangka-sangka terjadi, Ryo membuntutinya hingga ke belakang kampus.
"Apa yang kau lakukan?!" pekik Tery terkejut bercampur kesal.
"Tentu saja mengikutimu. Lalu kenapa kau malah ke sini? Bukankah, kita semua harusnya ke lapangan?"
Tery mengacuhkan pertanyaan Ryo, ia segera melangkah dengan tergesa-gesa sekaligus was-was. Namun sebuah langkah mengikutinya dari belakang. Ia mendengus lalu berteriak lantang, "jangan ikuti aku!"
Langkah itu tetap mengikutinya, dan itu semakin membuat Tery geram. Ia berbalik dengan wajah memerah menahan amarah, namun apa yang dilihatnya membuatnya membelalak kaget.
Seorang pria berjas hitam membekap mulut Ryo, tangan yang lainnya ia gunakan untuk menodongkan Tery dengan sebuah pistol.
"Ikut aku!"
***
Brak!
Pintu masuk kampus itu menjeblak terbuka, tak lama kemudian seorang gadis dan sesosok pemuda berjalan perlahan ke luar, di belakang mereka terdapat seorang pria yang memegang pistol dengan isi yang penuh. Gadis dan pemuda itu digiring ke depan kumpulan orang yang sedang berlutut dengan tangan yang berada di atas kepala, layaknya tawanan, tapi itulah yang sedang terjadi.
Berpuluh-puluh pria berjas hitam yang sama menodongkan berbagai senjata mereka ke kumpulan orang itu, siap siaga menembak jika hal-hal yang tak diinginkan terjadi.
Tery melirik sinis ke arah pria yang ada di belakangnya, amarahnya meningkat saat pria itu seenaknya mendorong-dorong tubuhnya menggunakan pistol. "Cepat jalan!"
Dengan sangat terpaksa ia berjalan ke hadapan semua orang yang ada di lapangan itu, di sampingnya juga ada Ryo yang terlihat geram saat diperlakukan kasar.
Pria itu mengeluarkan ponselnya, tak lama setelah itu ia bergumam pelan kepada lawan bicaranya. "Dia sudah ada di sini."
Beberapa detik mendebarkan kemudian, sebuah helikopter terbang tepat di atas mereka. Semua orang mendongak menyaksikannnya, tak terkecuali pria botak yang ada di belakang Tery.
Bugh!
Sebuah pukulan telak menghantam perut pria itu. Duagh! Sebuah kaki putih mulus menendang keras kepala botaknya, membuat ia jatuh tersungkur mencium tanah. Tak menyia-nyiakan kesempatan, Tery segera merebut pistol yang ada di tangan pria itu. Kemudian menembakannya tepat di ubun-ubun.
Dor!
Semua orang terkejut bukan main, bahkan Ryo yang ada di samping gadis itu.
Tery dan para pria itu saling menodong. "Jangan bergerak atau orang-orang ini mati!" gertak salah satu pria itu.
Tery tersenyum sinis kemudian terkekeh pelan namun dapat membuat bulu roma menegang. "Memangnya aku peduli?"
Semua terbelalak kaget. Kemudian suara tembakan bersahut-sahutan, berpuluh-puluh peluru telah menembus banyak orang, mereka terkapar berdarah-darah dengan kondisi mengenaskan.
Tery berlari sekuat mungkin. Helikopter itu naik kemudian berlalu pergi.
Pria-pria itu mengejar Tery, suara tembakan tak pernah usai, namun gadis itu terus berlari. Beberapa detik kemudian ia sudah menemukan mobil hitamnya terpakir di halaman belakang kampus. Tanpa membuka pintu, Tery melompat masuk melalui kaca yang terbuka. Ia segera menghidupkan mesin mobilnya. Namun tiba-tiba pintu penumpang terbuka, Ryo segera masuk dengan peluh yang bercucuran di badannya.
Tery ingin sekali menendang Ryo keluar dari mobilnya, namun waktunya tidak tepat. Pria-pria itu sudah menyusulnya ke sini.
Dor! Dor! Dor!
Tery mengganti gigi mobilnya lalu menekan gas sekuat yang ia bisa. Mobil hitam itu terus meluncur cepat, tak memperdulikan pria-pria yang ditabraknya dan mati seketika.
Tery mengerem,menggas, sekaligus memutar kemudinya secara bergantian dan cepat. Ia berbelok tajam dan sampai di lapangan pembantaian tadi, tanpa perasaan melindas tubuh-tubuh orang yang mati ataupun sekarat.
Ia melaju keluar gerbang dan berhasil sampai di jalan beraspal. Mereka mengebut gila-gilaan, namun tak pernah menabrak mobil sekalipun karena kelihaian Tery.
Ryo menatap Tery dengan pandangan tak percaya. Kemampuan gadis itu luar biasa mengerikan.
Tembakan kembali terdengar, sekitar sepuluh mobil hitam mengikuti mereka di belakang dengan kecepatan tinggi. Namun untungnya mobil mereka anti peluru.
Kejar-kejaran tak terelakkan.
Bersambung ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar