Miss Teryous
Part 7: Crash!!
"Aw!" rintih Tery, tangan kirinya menekan luka serempetan peluru di pinggangnya agar tidak terus mengalirkan darah, sedangkan tangannya yang lain sibuk menyetir.
Dor! Dor!
Tembakan terus mengarah ke arah mobil yang ia tumpangi. Sedangkan, Ryo hanya duduk tegang dengan jantung yang berdebaran. Tangannya mencengkram erat jok kulit yang ia tumpangi.
"Sial!"
Tery terus menekan pedal gasnya dalam-dalam. Dor! Dor! Dor! "Mereka terus menembak. Cih!" umpat gadis itu geram.
Mata coklatnya kemudian melirik Ryo yang sedang melotot ngeri melihat laju mereka.
"Hei, ambilah sesuatu di bawah jok belakang! Cepat!"
Tanpa menjawab Ryo segera melakukan apa yang Tery perintahkan. Mata hitamnya melebar. Sebuah shotgun.
Pemuda itu kembali menduduki jok depan, lalu menyodorkan senjata itu kepada Tery.
"Cih, apa kau tak lihat aku sedang berusaha menyetir! Tembak mereka!"
"Tap—"
"Tembak saja!!"
Awalnya ia ragu, namun kemudian diturunkannya kaca mobil di sampingnya, membuka akses agar shotgun yang digenggamnya dapat keluar. Sedikit ia julurkan kepalanya keluar, hanya sedikit, karena ia takut kepalanya akan berlubang terkena tembakan.
Dor!
Part 7: Crash!!
"Aw!" rintih Tery, tangan kirinya menekan luka serempetan peluru di pinggangnya agar tidak terus mengalirkan darah, sedangkan tangannya yang lain sibuk menyetir.
Dor! Dor!
Tembakan terus mengarah ke arah mobil yang ia tumpangi. Sedangkan, Ryo hanya duduk tegang dengan jantung yang berdebaran. Tangannya mencengkram erat jok kulit yang ia tumpangi.
"Sial!"
Tery terus menekan pedal gasnya dalam-dalam. Dor! Dor! Dor! "Mereka terus menembak. Cih!" umpat gadis itu geram.
Mata coklatnya kemudian melirik Ryo yang sedang melotot ngeri melihat laju mereka.
"Hei, ambilah sesuatu di bawah jok belakang! Cepat!"
Tanpa menjawab Ryo segera melakukan apa yang Tery perintahkan. Mata hitamnya melebar. Sebuah shotgun.
Pemuda itu kembali menduduki jok depan, lalu menyodorkan senjata itu kepada Tery.
"Cih, apa kau tak lihat aku sedang berusaha menyetir! Tembak mereka!"
"Tap—"
"Tembak saja!!"
Awalnya ia ragu, namun kemudian diturunkannya kaca mobil di sampingnya, membuka akses agar shotgun yang digenggamnya dapat keluar. Sedikit ia julurkan kepalanya keluar, hanya sedikit, karena ia takut kepalanya akan berlubang terkena tembakan.
Dor!
Tembakan pertama meleset, malah mengenai pengendara lain yang tak berdosa.
"Astaga!"
Dor! Dor!
Pria-pria itu makin beringas berniat mengejar, terbukti dari mobil mereka yang dipercepat hingga sejajar dengan mobil Tery.
Seorang pria botak menembaki mereka menggunakan pistol dari samping. Dengan panik, Ryo segera membalas dengan banyak-banyak menembak ke arah pria itu. Kebanyakan meleset, namun satu tepat mengenai kepala kening pria itu. Si botak tak bergerak, namun tiba-tiba pintu mobil pria itu terbuka, tubuh malangnya terjatuh lalu kepalanya yang sudah berdara-darah terlindas dan pecah.
"Astaga, itu sangat sadis!" pekik Ryo tertahan.
"Biarkan saja! Kau bunuh mereka atau kau yang terbunuh!" bentak gadis di sampingnya galak, tak lupa juga decakan sebal sebagai penutup kalimat.
Ryo hanya mengangguk dengan keringat dingin yang masih mengalir dari keningnya. Pemuda itu kemudian melanjutkan acara tembak-menembak tersebut.
Tery masih terus berkonsentrasi mengendalikan mobilnya. Tapi secara mengejutkan beberapa suara sirine mengalun nyaring di jalanan. Para polisi juga mengejar mereka.
"Sialan, polisi ikut campur juga dalam hal ini!!"
"Bagaimana ini?" tanya Ryo kebingungan. "Tetap menembak!"
Dor! Dor! Dor!
Gadis berambut hitam itu menembus jalanan dengan lincah, menerobos lampu merah dengan cepat dan cekatan.
Brak!
Satu mobil di belakang mereka menabrak kendaraan lain hingga menimbulkan kecelakaan beruntun, terguling-guling lalu meledak bersamaan dengan empat mobil lainnya. "Bagus!" ujar Tery senang.
Suasana riuh menghiasi kota itu, kecelakan terjadi di mana-mana. Hampir semua stasiun televisi menayangkan aksi kejar-kejaran mereka secara langsung.
'Sepasang remaja nekat', begitulah para reporter menjuluki Tery dan Ryo karena identitas mereka belum diketahui. Tery menggeram, memukul dashboard mobilnya dengan kekesalan yang meluap-luap. "Sial, mereka merekam kejadian ini!"
Ryo masih sibuk dengan pria-pria yang menembaki mereka di belakang, hingga tiba-tiba tangan putih Tery menarik kaosnya, membuat ia jatuh terduduk di joknya.
"Setir ini!"
Sebelum memberi respon, tangan kanan Ryo sudah memegang kemudi, Tery melompat ke jok belakang, dan secara refleks pemuda itu segera pindah ke kursi pengemudi, shotgunnya sudah berpindah tangan.
Tergesa-gesa, Tery membebatkan jaket ke pinggangnya yang berdarah, mengikatnya kuat-kuat agar tidak terus mengalirkan darah. Diambilnya shotgun yang ia letakkan di sampingnya sebelumnya, mengokangnya lalu berpindah ke depan, di samping Ryo yang sedang mengemudi.
Cepat-cepat ia membuka jendela mobil hingga terbuka sepenuhnya. Badannya ia julurkan keluar, lalu mendongak.
Dor! Dor! Dor!
Tembakan bertubi-tubi mengarah ke helikopter di atasnya, tak lama kemudian helikopter itu oleng, berputar-putar lalu menabrak salah satu gedung hingga akhirnya meledak juga.
Dor! Dor! Dor!
Gadis itu menembaki mobil-mobil yang ada di belakang. Ban. Hanya itu yang ia incar.
Blar! Blar! Blar!
Suara letusan terjadi berkali-kali.
Dciit!
Decitan nyaring terdengar begitu banyak sampai pada akhirnya kecelakaan beruntun kembali terjadi lagi, namun kali ini lebih parah. Tiga mobil meledak bergantian, lima lainnya hancur terbalik dan dua sisanya berusaha menghindar namun malah menabrak pohon di samping jalanan yang mereka lalui.
Hanya ada tiga mobil polisi sekarang.
"Tery, lihat!" Seruan Ryo membuat gadis itu terkaget-kaget, lalu dengan cepat meoleh ke arah pemuda itu, kemudian melihat ke arah yang Ryo tunjuk.
"Argh! Sial!! Aku lupa jika di sini jembatannya sudah roboh!"
Tepat di depan mereka, sebuah jurang menganga lebar hingga 50 meter dengan kedalaman 100 meter kurang lebih. Di pinggir-pinggirnya terdapat sebuah jalan beraspal yang tersisa.
"Bagaimana ini?!" pekik Ryo panik.
Tery berpikir sejenak, "pindahlah ke belakang!"
"Apa yang akan kau lakukan?!"
"Turuti saja!"
Walaupun bingung bercampur panik, ia mengikuti instruksi Tery.
Gadis itu lagi-lagi memegang kemudi, bukannya mengerem untuk berhenti, ia malah semakin mempercepat laju mobilnya.
"Apa yang kau lakukan?! Berhenti atau kita akan mati!"
"Diamlah, percaya padaku!"
Ryo menganga tak percaya, kemudian ia menutup rapat-rapat matanya. Jantungnya makin berdentum-dentum di dadanya. Keringat dingin makin deras menetes dari pelipisnya. Akankah ia mati?
Jurang itu semakin dekat. Tery kian menekan gas sekuat tenaga.
Semakin dekat!
Wush!
Mobil itu melayang, benar-benar melayang!
Ryo membuka matanya karena merasakan angin berhembus kencang menerpa wajahnya, tak ayal manik hitam itu membulat sempurna.
Jalan di depan mereka semakin dekat. Tery kian yakin jika mobil mereka akab mencapainya. Tangannya mencengkram erat-erat kemudinya.
Namun sesutu yang ia harapkan tak berjalan mulus.
Brugh!
Mobil itu menyentuh tanah, namun kemudian terbalik dan berputar-putar. Mobil itu terus berputar-putar di jalanan hingga berhwnti ketika menabrak keras pohon besar.
BRAK!
Asap putih mengepul dari mobil itu. Keadaannya hancur. Kaca-kaca telah pecah dan berhamburan di mana-mana.
Bersambung ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar