Pages

Miss Teryous - Part 1: Tamu Tak Diundang

Kamis, 11 Februari 2016

Miss Teryous
Part 1: Tamu Tak Diundang

"Hai, bolehkah aku masuk?"

Tery terdiam. Kerutan samar muncul di keningnya. Ia tak pernah mendapat tamu sebelumnya. Bagaimana ia harus menghadapi pria ini?

Baru saja mulutnya ingin menolak, namun sebuah suara mengurungkan niatnya.

Pyar!

Dengan refleks gadis itu mengalihkan pandangan. Suara itu berasal dari kamarnya. "Penyusup," gumamnya lirih, hingga hanya ia yang bisa mendengarnya.

"Terima kasih." Tiba-tiba pria yang tidak ia kenal seenaknya masuk ke dalam rumahnya. Sebuket bunga mawar yang dibawanya tadi ia taruh di meja terdekat, sedangkan tubuh kekarnya bersandar pada sofa kulit empuk berewarna putih milik Tery.



Tery mendengus, namun tak mwnggubris keberadaan pria asing itu. Kakinya melangkah lebar menuju kamarnya, tempat dimana suara itu berasal.

Brak!

Baru saja ia menutup pintu, tawa sinting milik seorang anak kecil langsung menyambutnya. "Hai, Kakak! Ingin bermain?"

"Dia psikopat," gumam Tery dalam hati. Genggamannya pada gagang pisau yang sedari tadi ia bawa semakin mengerat. Tatapan tajamnya yang begitu menusuk tertuju hanya pada satu hal. Gadis kecil pembawa gunting dengan tampilan acak-acakan yang ada di hadapannya.

"Little Cutter,"desisnya sinis.

"Kakak tahu namaku? Ah, senangnya!" Gadis kecil dengan julukan Little Cutter itu berputar-putar riang, tak lupa juga dengan tawanya yang terdengar kekanakan.

"Apa maumu?!" Tery sudah geram dengan tingkah konyol gadis itu. Bentakan kasar lolos dari bibir merahnya.

Gadis cillik itu berhenti berputar. Ia sedikit memiringkan kepalanya, dengan wajah polos ia berkata, "tentu saja membunuhmu, Kak."

Syut!

Sebuah gunting tiba-tiba melesat ke arah wajah Tery, berhasil menggores pipi mulusnya sekaligus menancap di pintu kayu yang berada di belakangnya.

Gadis cilik itu berlari kencang ke arahnya, namun dengan sigap Tery meninju pipi anak itu tepat waktu.

Little Cutter terhuyung ke samping, lalu tak sengaja menabrak lemari pakaian milik lawannya. Darah segar langsung mengalir di pelipis gadis itu, ia terduduk lemah sembari mencengkram kepalanya yang terasa pening.

Tap tap tap!

Tery melangkah cepat menghampiri musuhnya, pisau tajam teracung tinggi siap menghunus siapapun yang ia mau.

Sret!

"Sialan kau!" Darah Tery langsung merembes keluar dari luka di pinggangnya akibat serangan mendadak dari gadis di depannya.

Little Cutter tertawa gila mendengar umpatan yang ditujukan kepadanya. "Kenapa kau berkata seperti itu kepadaku, Kak? Memangnya aku bersalah?" Wajah manis yang palsu itu malah membuat Tery semakin jijik dan geram.

"Aku sudah muak kepadamu!"

Brugh!

Little Cutter terpental hebat menabrak dinding bercat biru yang sekarang ternodai darahnya sendiri. Muntahan darah segera keluar dari mulut mungilnya.Walaupun dirinya adalah psikopat, tapi fisiknya masih tak mampu menahan tendangan yang tak bisa ia tangkis tadi.

Tanpa sungkan Tery segera mencengkram leher gadis kecil yang tak berdaya tersebut, mengangkatnya tinggi hingga kaki gadis itu tak menapak tanah. Segurat senyum manis terpatri dalam wajah cantiknya. "Walaupun kau seorang pemula, tapi kemampuanmu cukup lumayan."

Namun senyum itu hanya pemanis, tergantikan dengan tatapan mematikan yang mampu membuat tubuh gadis itu bergetar.

"Tapi satu hal yang perlu kau ingat,... meskipun kau telah membunuh semua keluargamu dengan gunting kecil itu, tapi aku masih berada jauh di atasmu."

Isak tangis terdengar lirih. Cairan bening mengalir deras dari wajah penuh darah gadis cilik tersebut. Ia sudah tahu akan menemui ajalnya sebentar lagi, dan segera menyusul keluarga besarnya yang sudah ia bantai.

"Say "goodbye", My Victim."

Sebilah pisau menancap tepat di tengah kening gadis itu, terlalu dalam hingga menembus dinding di belakangnya.

Tery mundur selangkah. Nafasnya terengah-engah menahan gejolak iblis yang ingin keluar dari dalam dirinya. Manik matanya menatap datar ke arah mayat seorang gadis yang tergantung di dinding kamarnya.

Ia telah membunuhnya.

Tok tok tok!

Pria itu!

Wanita itu menyambar sebuah kain secara asal, lalu membebatkannya di pinggangnya masih berdarah-darah.

Dengan dengusan sebal ia segera membuka sedikit pintu kamarnya, hanya cukup untuk menampakkan wajah kesalnya ke pemuda asing yang sedari tadi ia lupakan. Ia tak takut jika pemuda itu mendengar kegaduhan yang baru saja terjadi, karena ia kamarnya akan kedap suara jika tertutul rapat.

"Cepatlah pergi dari sini!" sembur gadis itu tanpa basa-basi sedikitpun.

Pemuda itu tak mengindahkan nada suara Tery yang terdengar sangat ketus, ia tetap tersenyum, menebarkan pesonanya untuk memikat gadis yang ada di hadapannya.

"Aku ingin mengajakmu untuk pergi berkencan."

Bersambung ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOG TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS