Miss Teryous
Bab 11: Lake
Bab 11: Lake
Jleb!
Pisau itu menancap tanah, tapi berhasil menggores lengan Ryo terlebih dulu. Darah segar mengalir dari luka itu.
Ryo mengumpat. Tery bersiaga.
Sebuah kilatan kembali melesat. Kali ini mereka bisa menghindar. Namun saat Ryo melompat mundur, dia tersandung. Tery berdecak, jengkel.
Tiba-tiba kekehan perempuan terdengar nyaring dalam kesunyian hutan itu. Disusul dengan lemparan-lemparan pisau yang bertubi-tubi. Keduanya terus menghindar, melompat mundur, hingga mereka sampai pada area terbuka, tepi danau.
Kekehan lagi-lagi muncul, disusul sosok bayangan yang nampak di antara bayang-bayang pohon, bukan hanya satu, tapi lima sekaligus.
"Kalian jangan hanya bersembunyi," desis Tery, geram.
Sinar bulan mulai menyibak siluet lima wanita cantik yang melangkah perlahan ke arahnya, beserta senyum sinis mereka.
"Lama tidak berjumpa, Tery," perempuan yang di tengah menggumam. Rambutnya pirang dengan mata biru yang tajam. Cantik. Hanya saja, deretan pisau yang berjajar rapi pada sabuk di pingganggnya membuat siapapun merasa ngeri, termasuk Ryo.
Salah satu sudut bibir Tery tertarik, membentuk sebuah senyum miring, yang terkesan mencemooh. "Kau masih hidup rupanya, Emma si lemah!"
Wajah wanita itu sontak memerah. "Aku tidak selemah yang kau pikirkan, Tery!" Melihat ketua mereka marah, keempat wanita lainnya mengambil ancang-ancang, bersiap melempar pisau yang diharapkan akan langsung menembus kerongkongan.
"Benarkah?" Alis kiri Tery terangkat, matanya menantang.
Ryo kebingungan. Sepertinya, hanya dia yang tidak tahu titik permasalahan. Lagipula, siapa mereka?
"Tentu saja!" Emma berteriak, emosinya telanjur terpancing dengan hinaan Tery. Dia tidak tahu, itulah yang diharapkan gadis itu.
"Buktikan."
Kelimanya langsung menerjang. Ryo melangkah mundur. Tery tetap tenang.
Mereka membentuk posisi melingkar, pisau-pisau kecil telah tersemat di antara jari tangan. Tery terjebak, tapi tetap diam.
Syut! Emma melempar.
Hanya dengan menolehkan sedikit kepala, pisau itu meleset dari sasarannya, Tery, malah tertanam pada lengan anggotanya sendiri. Dia makin berang.
Tiga wanita—yang di depan, kanan, dan kiri Tery—menendang secara bersamaan. Namun sigap Tery melompat ke belakang. Tanpa antisipasi, ternyata Emma langsung mencekiknya erat dari belakang. Ia tidak bisa bernapas.
Mata tajam Tery memandang Ryo yang hanya mematung tak jauh di kanannya. Memberi isyarat.
Namun dengan kedunguannya, Ryo hanya menampakkan wajah bingung. Kali ini Tery yang kesal.
Tery menunduk, lalu mendadak mendongak dengan cepat, menghantamkan kepala belakangnya dengan kening Emma. Kontan Emma meringis, tangan kanannya terangkat untuk mengelus nyerinya. Kesempatan yang tidak disia-siakan Tery. Gadis itu mencengkram tangan kanan Emma, lalu membanting tubuh wanita itu, dan akhirnya menginjak tanpa ampun.
Ryo menganga ngeri. "Bodoh! Bantu aku, dungu!" Tery bersungut-sungut, Ryo mengangguk takut.
Empat anggota yang tidak terima ketuanya dianiaya, menerjang maju. Namun Tery segera menendang keras perut Emma, membuatnya terpental, mau tak mau mereka semua tumbang terkena tubuh ketuanya.
Gadis itu mengambil pisau lipat yang setia di saku celananya, berlari, kemudian tanpa sungkan menancapkannya di tenggorokan salah satu perempuan yang belum bangkit tersebut, lalu ... menggorok hingga setengah putus. Mati seketika.
Tinggal Emma, dan tiga lainnya.
Perempuan hidup di depan kanannya melempar pisau-pisau tidak karuan, emosi telah menguasai mereka. Tery yang masih kesal, melampiaskannya dengan menendang kuat kepala perempuan tersebut. Krak!
Tery mundur. "Harus segera diselesaikan!"
Yang tersisa bangkit, ketiganya menatap nyalang. Kilatan amarah jelas-jelas ada di mata mereka.
y
Emma berlari gesit, terlalu cepat untuk seseorang yang terluka berat, diluar ekspetasi Tery, alhasil dia tidak siap.
y
Emma berlari gesit, terlalu cepat untuk seseorang yang terluka berat, diluar ekspetasi Tery, alhasil dia tidak siap.
Kuku-kuku merah tertanam dalam lehernya, Emma menindih perut, dan kedua tangannya tertekan oleh lutut wanita itu.
"Matilah kau!" Pernapasannya makin sesak.
"Ti-dak secepat i-tu!"
Bugh!
Sekuat tenaga Tery menabrakkan lututnya ke punggung Emma. Cekikannya mengendur. Langsung saja, dia mengaitkan kaki kanan mengitari jenjangnya leher wanita itu, kemudian membalikkan posisi.
Kali ini Tery memiting leher Emma, dan wanita itu berusaha lepas darinya. Sialnya, berhasil!
Emma bangkit dengan sedikit terbatuk, begitu pula Tery. Dan saat dia melirik ke belakang gadis itu, ia menyeringai. Kalahkan musuh dalam kelemahannya. Dan Emma tahu, Tery phobia air.
Kaki jenjangnya menendang perut Tery, sontak gadis itu terpental, tidak mau jatuh sendirian, dia juga menarik kaki Emma yang masih mengambang di udara. Kedua gadis itu tercebur ke danau.
Tery gelagapan. Dia tidak bisa berenang! Dan pertarungan dalam air tidak bisa dihindarkan.
***
Bugh! Bugh! Bugh!
***
Bugh! Bugh! Bugh!
Ryo meninju, menendang, atau apapun yang bisa digunakan mempertahankan diri dengan sekuat tenaga.
Dua wanita ini tidak bisa diremehkan. Energinya luar biasa.
Beberapa menit bertahan, akhirnya serangan terakhir diluncurkan. Pemuda itu menang.
Ryo melangkah tertatih-tatih menghampiri danau, meninggalakan dua jasad dengan pisau yang tertancap di dada mereka. Dan saat dia melihat airnya merah, dia panik seketika.
Pemuda itu berlutut, memandang riak yang bergejolak. Dalam-dalam. "Bwah!" Tiba-tiba seorang gadis muncul di hadapannya, dia terkejut, terjengkang ke belakang.
Namun saat melihat warna rambut gadis itu ia bersorak senang. Hitam.
Tery menyeret tubuhnya dengan sisa tenaganya ke tepian. Dia terbatuk-batuk, dari mulutnya mengeluarkan air danau yang tidak sengaja ia telan. Tanpa pikir panjang, langsung membuang pisau yang dari tadi di genggamnya untuk membunuh Emma.
Kemudian dia berusaha telentang. Meraup oksigen sebanyak yang bisa ditampung paru-parunya.
Ryo menghampiri gadis itu. Menatapnya. "Tery, kau tidak butuh napas buatan?"
Bersambung ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar