Oleh: Adelia P.S
Aku sudah muak dengan tingkah lakunya. Ia terlalu susah diatur dan seenaknya sendiri. Tingkahnya kian hari membuatku jengkel, bahkan sempat mengamuk-ngamuk
Kubawa sebilah pisau yang telah diasah, menyembunyikann
Aku berlari, mencoba menangkapanya. Ia sangat gesit, hingga aku kesulitan menangkapnya. Berlari, berlari, dan terus berlari. Hanya itulah yang bisa ia lakukan.
Sial! Ia berusaha menghindariku dengan berlari ke arah kebun--yang tak terurus--di belakang rumahku. Duri-duri dari semak belukar menusuk kulitku.
"Kau harus membayar mahal dengan semua ini," gumamku geram.
Aku semakin gencar mengejarnya. Dengan tubuhnya yang kecil, ia lebih leluasa berlarian di kebun ini. Namun, aku tak akan menyerah. Tidak akan.
Semangatku kembali terpacu, kala melihat tubuh kecilnya mulai kelelahan. Ku percepat langkah kakiku.
Hap!
"Akhirnya, aku dapat menangkapmu, bedebah kecil."
Ia meronta-ronta, berusaha melepaskan tubuhnya dari cengkramanku. Kaki-kaki kecilnya menendang-nenda
Perlahan namun pasti, ku gorok lehernya dengan pisau yang telah ku asah--setajam mungkin. Rontaannya mulai mengendur, digantikan pekikan kesakitan yang keluar darinya. Darahnya mengucur deras dan bau anyir mulai tercium.
"Ha ha ha," aku tertawa. Mungkin orang yang melihatku akan berpikir aku gila. Namun, aku tak peduli.
"Kau mencari masalah dengan orang yang salah, bedebah kecil."
Ia tak bergerak, mungkin ia sudah mati. Ku lempar dengan asal bangkainya--den
Mungkin setelah ini, tak akan ada yang buang air sembarangan di rumahku, tak akan ada lagi yang memporak-porand
"Dasar! Ayam sialan!"
Tamat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar