By: Adelia P.S
"Tolong!"
Sial! Kelompok serigala jadi-jadian itu terus mengejarku. Beberapa kali aku terjatuh, namun bangkit lagi untuk menjauh. Memar, gores, dan darah memenuhi tubuh. Pedih pada kaki tak kupedulikan. Yang utama hanya kabur dari kejaran mereka.
Lolongan demi lolongan terdengar dari belakang, mungkin untuk memberitahu kawanan lain jika akan ada makan bersama. Argh! Sial! Bagaimana aku bisa berpikir hal mengerikan seperti itu saat ini?!
"Aw!" Karena tidak memerhatikan jalan, alhasil aku tersandung. Mengutuki akar, lantas aku berdiri. Namun terlambat.
Mereka berputar mengelilingi, mempermainkanku
Mata nyalang yang berkilat-kilat sudah cukup menggambarkan seberapa ganas mereka. Banyaknya tetesan air liur dari sela-sela katupan gigi mereka meyakinkan diri jika aku akan terkoyak, habis-habisan.
Tamatlah riwayatku!
Serigala berbulu coklat—yang paling besar—menderap pelan mendekati. Langkahnya yang perlahan malah mengintimidasi.
Dia maju aku mundur, seperti itu hingga aku merasakan sebuah moncong menyentuh punggung. Aku terjebak.
Glek!
Kutelan kasar salivaku. Setetes keringat dingin jatuh dari pelipis. Bisa dipastikan wajahku sepucat mayat sekarang.
Seutas seringai mengerikan terbentuk di mulut serigala coklat itu, antara mengejek atau menakuti. Lamat-lamat dia membuka rahangnya. Terpampang jelas di depanku jajaran taring tajam yang siap menerkam leher.
Siapapun, tolong aku!
Serigala itu memiringkan kepalanya, makin menganga. Mataku terpejam erat, tidak berani menyaksikan saat leher jenjangku dikunyah nikmat.
Namun saat gigi-gigi dingin itu menyentuh kulitku, dia membeku. Lalu, kurasa di tidak jadi menggigitku.
Setelah beberapa saat menunggu, tidak terjadi apapun. Ada apa?
Dengan ragu, kubuka mataku. Serigala itu telah mewujud menjadi seorang pemuda gagah. Yang membuatku bingung adalah, wajah tampannya yang terlihat ... kaget dan senang?
Memangnya ada apa?
Rahangnya yang menganga perlahan terkatup, lalu sebuah lengkung indah tercetak di sana.
"Mate," desisnya bahagia.
Semua terdiam, terlalu terkejut hingga tidak bisa berkata-kata, terutama aku.
Mate?!
***
Alex, begitulah namanya. Alpha muda dari pack terkuat, Gold Moon. Seseorang yang dikutuk dari lahir, membuatnya diincar oleh banyak orang karena kutukan tersebut. Dan yang tidak bisa kupercaya adalah, aku jodohnya!
Dia kembali bergelung, kepalanya menyuruk perutku, kedua lengannya melingkar di pinggang, dan matanya terpejam, namun tidak tidur.
Sekali lagi aku menghela napas berat. Dia memang tampan, badannya atletis, apalagi kekayaannya sebagai pemimpin tidak bisa diragukan. Namun ....
Bayangkan saja, dia hampir memutilasi seseorang hanya karena melirikku! Astaga, entah dia bersifat posesif berlebihan atau seorang psikopat.
"Anne?"
Alex mendongak. Menatapku lembut, namun efeknya tidaklah lembut sama sekali terhadap jantungku. Aku membuang muka, mencari objek lain selain mata coklatnya yang indah. Namun dua jari panjangnya menjepit daguku, lantas mengarahkan pada wajahnya. Memaksaku untuk memandang ketampanannya.
"Aku mencintaimu," ungkapnya lagi, entah sudah berapa kali.
Sial! Wajahku pasti memerah. Astaga, bagaimana bisa aku tersipu oleh orang yang bahkan hampir mencabikku?!
Ini gila! Hanya karena aliran listrik merah pertanda mate—yang tidak kurasakan—dia sudah tergila-gila padaku. Memang tidak menutup kemungkinan manusia serigala sepertinya berjodoh dengan makhluk sepertiku, tapi bagaimana dengan—
Brak!
Pintu menjeblak terbuka, seorang pelayan dengan tampang gamang menatap kami berdua. Mulutnya terbuka, namun sebelum dia berbicara, sebilah belati menembus jantungnya. Tubuhnya ambruk seketika.
Kekehan wanita yang menusuknya terdengar nyaring. Sosok itu mendongak, lalu menyeringai. Geliginya yang tidak beraturan nampak penuh darah.
"Ah, itu dia. Sang Alpha, yang kucari."
Alex langsung bangkit, kemudian berdiri di hadapanku, menjadikan tubuhnya tameng untuk melindungiku, padahal dirinyalah yang diincar wanita itu.
"Penyihir sialan," geramnya, marah.
Kuku-kuku Alex tumbuh memanjang dengan cepat, tulang-tulangny
Wanita itu mencebik, bertolak pinggang dengan pandangan menantang, memancing amarah. Dan itu berhasil.
Alex menerjang maju, moncongnya terbuka siap menerkam. Wanita itu sudah bersedia, setelah merapal mantra dia mengayunkan tangan, Alex terhempas.
"Alex!" Tanpa sadar aku memekik.
Tidak! Dia tidak boleh mati di tangan wanita itu!
Kulemparkan pisau buah yang baru saja kuraih. Wanita itu tidak mengantisipasi seranganku, dan senjata itu tertancap di lengannya. Berhasil!
Fokusnya teralihkan, itu membuka peluang Alex untuk menyerang. Serigala coklat itu melompat, menindih wanita itu sebagai tempat mendarat. Tanpa basa-basi, dia mengoyak leher wanita tersebut, hingga putus.
Mengerikan!
Aku hanya bisa menelan ludah menyaksikannya.
Puas, Alex menoleh padaku, tersenyum dengan mulutnya yang penuh darah, malah membuatku ketakutan.
Entah dia yang terlalu cepat atau aku yang masih terpaku oleh ketakutan, hingga tidak menyadari jika tubuhku sudah digendong entah kemana. Sebuah antisipasi jika penyihir-penyih
***
"Maafkan aku."
Alex meraih tanganku, menggenggamnya,
"Untuk apa?"
Dia menunduk, terlihat sedih. "Menakutimu dengan wujudku," lirihnya.
Aku tersenyum, tangan yang lain kugunakan untuk mengelus kepalanya yang terpangku di pahaku. "Aku berusaha mengerti."
Andai saja dia tahu dari awal ....
Aku bukanlah selemah yang dia pikirkan.
Jleb!
Mata coklatnya terbelalak, darah segar langsung mengalir deras dari kerongkongannya
"Aku juga minta maaf, Alex, tidak memberitahu jati diriku yang sebenarnya."
"K- kau!"
Sret!
Tak mau melihatnya menderita lebih lama, kugorok saja lehernya hingga terputus. Dengan gemetar, kutusuk dada kirinya, mengoyak hingga terbuka.
Setetes cairan hangat mengalir dari pelupuk mataku. Tidak bisa dipercaya aku melakukan ini. Romantisme sesaat yang menghangatkan, kini sudah tinggal kenangan.
Kuraih jantungnya, dan dengan sekuat tenaga menahan mual, kukunyah, menghabiskannya
Badanku bergetar.Tenaga
Kutukan itu benar! Sekarang, tidak akan ada penyihir lain yang dapat mengalahkanku.
Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar