Pages

Capricorn (The Zodiac)

Selasa, 12 April 2016

Capricorn (The Zodiac)
By: Adelia P.S
.
Langit tengah bersahabat. Dia tidak sedang menurunkan hujan, tidak pula memanggang badan. Angin yang berhembus perlahan sungguh menyejukkan. Taman kampus yang sehari-harinya ramai, ini makin penuh.
.
Seorang pemuda mengedarkan pandangan, lalu meneguk sodanya perlahan. Hari yang cerah untuk bersantai, batinnya. Namun tiba-tiba sebuah tepukan pada bahu menyentaknya, membuatnya menghunus tatapan tajam kepada seseorang yang mengganggunya itu. Edwin, temannya itu malah cengengesan.
.
"Hei, tawuran nanti kau ikut tidak?" Edwin bertanya, dan dia menggeleng.
Edwin mencibir, tapi dia tidak menyerah, temannya yang satu ini harus ikut jika ingin memenangkan tawuran. "Kenapa? Kau takut ya?" ucapnya memprovokasi.
.
"Tidak," Fandy menjawab cepat dan singkat. Takut? Hal itu tidak ada dalam hidupnya.
.
"Ah, bilang saja kau tidak berani melawan kampus sebelah!" lagi-lagi Edwin memanas-manasi, ditambah dengan senyum moring yang terkesan mengejek. Lalu saat melihat wajah Fandy yang memerah, dia tahu rencananya berhasil.
.
"Baiklah, aku ikut!"
.
Sontak senyum Edwin semakin lebar. Ah, gengsi temannya ini memang terlalu tinggi. "Baiklah, bersiaplah di depan kampus jam tiga sore. Jangan terlambat!"
.
Fandy hanya mengangguk. Setelah temannya itu pergi, dia kembali meminum sodanya, dengan bersungut-sungut.
.
"Lihat saja kau! Kampus sebelah akan kuhabisi," ujarnya, bertekad.
***
Bugh! Bugh! Bugh!
.
Baku hantam antar kubu terus berlangsung. Memar dan darah sudah tidak elak tercipta memenuhi setiap inchi wajah, bahkan badan, namun tidakk bagi Fandy, pemuda itu masih 'bersih'.
.
Kali ini kerusuhan lebih parah dari biasanya. Jika tawuran yang kemarin-kemarin saling pukul saja yang ada, sekarang saling bacok dianggap lumrah. Dulu paling parah hanya tulang patah, kini berjatuhan korban jiwa.
.
Entah kenapa mereka tidak merasa bersalah menghilangkan nyawa sesama.
.
Orang-orang tidak bersalah juga terkena imbas, mobil ataupun motor yang terpakir dihancurkan. Pengendara yang tidak sengaja lewat ditarik paksa, kemudian dihajar massa.
.
Mendadak sirine polisi terdengar memekik, dua kawanan itu panik.
.
"Hei, tunggu!" Fandy segera berlari ingin menyusul teman-temannya yang berlari, tetapi tarikan di kerah bajunya membuat dia tidak berkutik. "Kita belum selesai!" Bugh! Memar biru tercetak di pipi pemuda itu. Ini tidak bisa diterima!
.
Fandy berbalik, lantas melayangkan tinju ke arah Rudi—yang bernotabene sebagai pimpinan lawan. Membuatnya terhuyung. Menyadari waktunya tidak banyak, Fandy menyambar sabit yang tergeletak di sebelah, dan langsung menebas leher laki-laki di hadapannya. Namun saat dia mulai melangkah kabur, dua polisi garang sudah menghadang.
.
"Sial!"
***
"Hei, lepaskan aku!" Dengan brutal Fandy menggoyang-goyang besi panjang penjaranya. "Berisik!" Bugh! Tongkat sipir itu menghantam kepala, menimbulkan benjol kemerahan. Dan Fandy semakin marah. "Berani-beraninya kau!!" Tangan pemuda itu terjulur keluar, meraih kerah lalu langsung mencekik pria di hadapannya.
.
Penjaga-penjaga lain mulai berdatangan, melerai. Pemuda berambut hitam itu terpaksa rela melepas cengkramannya, tapi kemarahannya belum habis.
.
Kesal ia menendang tembok, juga meninjunya tidak karuan. Retak!
.
Kendati memiliki badan yang lebih besar, pria-pria di dalam satu selnya mengkerut takut.
.
"Aku harus keluar dari sini. Malam ini!" Ambisinya membara.
***
Ratu keanggunan sudah berada dalam singgsana langit malamnya. Prajurit-prajur
it bintang kerlap-kerlip mengelilinginya, ikut menghiasi gelaran gelap.
.
Dengkuran-dengkuran keras mengisi ruang pengap itu. Para narapidana sedang terlelap pulas dalam tidurnya. Namun Fandy tidak, matanya memang terpejam, tapi kesadarannya masih utuh terbangun.
.
Saat telinga sensitifnya tidak lagi mendengar tanda-tanda keberadaan sipir, manik hitamnya terbuka. Dia menyeringai.
.
Perlahan dia merangkak menghampiri besi yang mengurungnya, lantas merogoh seauatu yang tersembunyi di balik lidahnya sejak tadi. Sebuah kawat. Beruntung dia tidak sengaja membawa benda tersebut saat tawuran, lalu menyembunyikannya.
.
Dengan lihai dia membentuk kawat menjadi bentuk yang aneh, menelusupkan itu ke dalam gembok, dan terakhir .... memutarnya. Terbuka!
.
Hampir saja Fandy mengumpat saat deritan mengerikan penjara itu nyaring berbunyi. Namun segera dia menenangkan diri, agar acara kaburnya tidak ketahuan. Dan untung tahanan lain tidak terbangun.
.
Kakinya mengendap-endap melangkah, cepat tetapi hati-hati dan waspada. Dan saat dia membuka pintu pertama, seorang sipir memelotot kaget melihatnya. Dia ketahuan!
.
Telapaknya membungkam mulut pria itu, lalu cepat-cepat memutar leher manusia malang tersebut. Krak!
.
Kakinya kembali mengayun, kini berlari. Mendadak beberapa penjaga yang kebetulan lewat memergokinya—lagi. Perkelahian tidak terelakkan.
.
Fandy meninju salah satu pria di hadapannya, merunduk saat pukulan hampir mengenai pipi, dan memberontak saat sipir-sipir itu berusaha memiting.
.
Dia harus cepat kabur!
.
"Sial!" Tangannya sudah dicekal. Tubuhnya dirobohkan paksa. Kemudian ditindih. Namun saat borgol dikeluarkan, sebuah suara terdengar ....
.
Tik!
.
Fandy jelas bingung. Tiba-tiba tidak ada pergerakan dari orang-orang yang menangkapnya.
.
Tik!
.
Jentikan jari kembali terdengar. Cengkraman pada lengannya terlepas. Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, ia bangkit, hendak kabur, tapi ...
.
"Mau kemana kau, Capricorn?"
.
Mata hitamnya memandang tajam. Siapa pria aneh ini?
.
Tidak usah dihiraukan. Fandy kembali mengangkat, tetapi dia tidak bisa bergerak. Tik!
.
"Apa kau tidak mau berterima kasih kepada orang yang menolongmu?" Pria itu berucap, seringai tersembunyi di balik topeng hitam mengkilatnya.
.
Fandy mendesis sinis. Ucapan itu tidak akan keluar dari mulutnya. Gengsinya menolak.
.
Fandy berjuang menggerakkan badannya. Namun tidak bisa. Aneh! "Percuma saja, kau tidak akan lepas dari kekuatanku."
.
Kernyitan heran terlihat di kening pemuda itu, jelas bingung. Kekuatan apa maksudnya? "Kecuali ...."
.
"Kecuali?" Fandy hanya bisa mengeluarkan suara dari katupan giginya. Masih mematung.
.
"Kau mau jadi anggota kelompok pembunuh bayaranku."
.
"Tidak," dia menolak, dengan sangat yakin.
.
"Keras kepala dan penuh keyakinan, memang tipe 'Capricorn'. " Fandy menggeram saat pria itu menggeleng prihatin, seakan dia adalah makhluk menyedihkan. Dia tidak terima!
.
"Kau akan dibayar 'sangat' tinggi, tenang saja." Tercenung. Keyakinan untuk menolak mulai luntur. Uang? Benar-benar tawaran yang menggoda. Apapun akan ia lakukan untuk itu, termasuk menerima tawaran pria bertopeng di hadapannya. Membunuh? Dia sudah melakukannya berkali;kali saat tawuran, mungkin tugas ini akan mudah. Mungkin, pikirnya naif.
.
"Baiklah." Tidak ada keraguan dalam jawabannya. Dasar materialistis, benak pria itu. Tik! Fandy terbebas. Dan pria di hadapannya mengulurkan tangan, mengajak bersalaman. "Sekarang kau 'Capricorn'. Aku tahu kau takkan sudi menyebutku 'bos', maka kau bisa memanggilku 'Zo'."
.
Mereka berjabat. "Selamat datang di The Zodiac." Labh! Sekejap kedua laki-laki itu berpindah tempat, berteleportasi.
.
Tamat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOG TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS