Miss Teryous
Part 3: Library
Tery menjatuhkan balok kayu yang berlumuran darah itu, lalu mencabut pisau lipatnya dari kepala salah satu korbannya. Ia mengedarkan pandangannya ke segala penjuru arah, setelah memastikan tak ada saksi mata, ia melangkah pergi dengan acuh, meninggalkan mayat-mayat yang tergeletak mengenaskan di belakangnya.
"Cih, menyusahkan saja!"
***
15.45
Seorang gadis terlihat sibuk mengotak-atik laptop merah di hadapannya. Ia terduduk di satu-satunya deretan kursi paling pojok di perpustakaan tersebut. Sendirian di perpustakaan remang yang sepi.
Tap! Tap! Tap!
Tiba-tiba suara gema langkah kaki seseorang mengagetkannya. Tery mengedarkan pandangannya ke segala arah, namun seketika ituj juga suasana kembali hening.
"Aneh," gumamnya pelan. Masih dengan memasang sikap waspada, ia melanjutkan transaksinya dengan salah satu klien.
Tap! Tap! Tap!
Part 3: Library
Tery menjatuhkan balok kayu yang berlumuran darah itu, lalu mencabut pisau lipatnya dari kepala salah satu korbannya. Ia mengedarkan pandangannya ke segala penjuru arah, setelah memastikan tak ada saksi mata, ia melangkah pergi dengan acuh, meninggalkan mayat-mayat yang tergeletak mengenaskan di belakangnya.
"Cih, menyusahkan saja!"
***
15.45
Seorang gadis terlihat sibuk mengotak-atik laptop merah di hadapannya. Ia terduduk di satu-satunya deretan kursi paling pojok di perpustakaan tersebut. Sendirian di perpustakaan remang yang sepi.
Tap! Tap! Tap!
Tiba-tiba suara gema langkah kaki seseorang mengagetkannya. Tery mengedarkan pandangannya ke segala arah, namun seketika ituj juga suasana kembali hening.
"Aneh," gumamnya pelan. Masih dengan memasang sikap waspada, ia melanjutkan transaksinya dengan salah satu klien.
Tap! Tap! Tap!
Suara itu terdengar lagi, namun kali ini lebih dekat jaraknya. Tery menajamkan penglihatannya, kemudian mendapati seorang gadis berpakaian ala natal sedang memilah-milah buku tak jauh dari tempatnya.
Ia mengangkat bahu tak peduli. Namun sebuah pertanyaan tiba-tiba melintas di kepalanya. Untuk apa seorang gadis berpakaian natal padahal hal itu masih beberapa bulan lagi?
Syut!
Sebuah pisau melesat cepat, tepat menancap di antara sela-sela jari Tery yang berada di meja. Tapi gadis itu masih bergeming di tempatnya.
"Halo, Miss Teryous!" Gadis tak dikenal itu menyeringai, tak lama kemudian tertawa gila layaknya seorang psikopat.
"Aku penasaran. Bagaimana kemampuan anggota kategori Diamond," ujar gadis itu, tangan kanannya sudah menggenggam erat sebilah pisau yang berkilat-kilat tajam.
Masih dengan sikap tenang Tery mengemasi barang-barangnya yang tertata di meja. Ia bangkit, merogoh sebuah belati dari tasnya, kemudian menyelipkan sesuatu di bagian belakang celananya.
"Memangnya kau siapa?" tanya Tery dengan memasang wajah datar. Sebuah tawa menggelegar, suaranya memenuhi setiap sudut perpustakaan yang semula sunyi. "Aku Xmass, anggota dengan kategori Silver. Kau pasti pernah mendengarnya."
Tery mengangguk lalu berkata, "seseorang yang membantai hampir seluruh pengunjung di salah satu pusat perbelanjaan saat diadakan perayaan natal."
"Benar sekali," ujar Xmass dengan seringainya yang semakin lebar.
Syut!
Pisau yang dilemparkan Xmass sangat akurat, namun hanya dihindari oleh Tery.
Syut! Syut! Syut!
Lemparan-lemparan lain menyusul, namun Tery tetap menghindar, tanpa ada serangan balasan. Ia masih tetap menunggu ....
Syut!
Aneh. Kali ini dia tidak mengelak. Darah menetes dari lengannya yang terluka, melihat hal itu Tery malah menyeringai senang. "Saatnya pertunjukan."
Syut!
Xmass terkejut dengan serangan dadakan itu, membuat ia tak bisa menghindar dari belati yang mengarah kepadanya. Darah mulai mengalir dari luka menganga di pinggangnya. Ia menggeram marah, emosinya mulai naik saat melihat tetesan darah itu.
Xmass berlari dengan cepat ke arah Tery, pisaunya mengacung ke depan, mengincar leher jenjang Tery yang putih. Namun dengan tangkas berhasil di tangkis oleh Tery.
Saat melihat celah, Tery berpindah ke belakang Xmass dan langsung menendangnya. Bruk! Membuat gadis berambut merah itu membentur lemari buku besar yang ada, alhasil beberapa buku berjatuhan dan mengenai kepalanya.
Sebuah kekehan meluncur dari bibir Tery, merasa lucu dengan apa yang dilihatnya.
Syut!
Serangan tiba-tiba itu membuatnya kaget, namun waktunya tak cukup untuk menghindar.
Jleb!
Pisau kecil itu berhasil menancap di paha Tery. Kali ini Xmass yang terkekeh. "Kejutan balasan, Miss," ujarnya dengan senyum mencemooh. Ia segera berdiri dan memasang sikap waspada.
Tery segera mencabut pisau kecil itu. Ia memandang tajam gadis berambut merah dihadapannya itu penuh kemarahan.
Ia berlari dengan cepat, lalu segera melancarkan sebuah tendangan keras di bagian kiri kepala Xmass. Xmass berusaha menangkis, namun ternyata kekuatan tendangan itu tak bisa ia tahan. Tubuhnya terhuyung ke samping kemudian jatuh tersungkur di sudut perpustakaan yang di kelilingi lemari buku.
Tanpa memberi kesempatan, Tery langsung melempar sebuah pisau kecil yang tertuju ke arah leher Xmass.
Jleb!
"Aku kembalikan," kata Tery dengan seutas senyum sinis di wajahnya.
Xmass berteriak kesakitan, namun terdengar tidak jelas karena pisau yang tertanam di lehernya. Kedua tangannya berusaha mencabut pisau kecil itu, namun digagalkan Tery dengan menancapkan dua pisau sekaligus di masing-masing telapak tangannya.
Gadia berambut merah itu hanya bisa menendang-nendang udara kosong. Sakit dan nyeri makin terasa di setiap lukanya. Namun itu tak bertahan lama.
Tery mundur beberapa langkah. Seringai kejam terpatri dalam wajah cantiknya. "Say "goodbye", My Victim."
Dengan sekuat tenaga ia mendorong lemari buku besar di hadapannya. Membuat lemari itu oleng, lalu tak lama kemudian jatuh menimpa tubuh ramping Xmass yang sudah tak berdaya.
Tak ada gerakan. Gadis natal itu sudah mati.
Tap! Tap! Tap!
Tery meraih tasnya yang tergeletak di meja. Ia mengambil sebuah jaket hitam, lalu memakainya untuk menutupi luka-lukanya.
Dengan tergesa-gesa ia melangkah menuju pintu perpustakaan, sebelum ada yang melihatnya bersama perpustakaan yang berantakan dan seonggok mayat gadis tertimpa lemari.
Cklek! Brak!
Tery membanting pintu kayu itu dengan keras. Ia segera berbalik. Namun sesuatu menghalangi jalannya.
Bruk!
"Hai, kau masih ingat denganku?" seorang pemuda dengan senyum mempesonanya berdiri gagah di hadapannya.
Tery mendesis sinis, lalu ia berkata, "tentu saja, kau orang yang kubanting kemarin malam di taman, dan kau orang yang memaksaku pergi berkencan."
Ryo menghiraukan tatapan jengkel yang di tujukan kepadanya. Masih dengan tersenyum, ia menyampaikan niatnya menemui Tery. "Maukah kau pulang bersamaku?"
Bersambung ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar