Miss Teryous
Part 5: Boom Again!
"Mari kita mulai pertunjukannya."
Kedua gadis itu sama-sama menyeringai. Sama-sama cantik. Namun juga sama-sama sadis.
"Menyeranglah lebih dulu, BooMia," ujar Tery sembari menatap tajam musuhnya.
Gadis di hadapannya pura-pura tersentak, lalu berkata dengan nada yang dibuat-buat, "oh, kau tahu namaku ternyata."
Tery berdecak kesal. " Ck, bagaimana aku bisa tidak tahu orang yang sudah meledakkan motorku," desisnya sinis.
Mia tertawa, namun kemudian mengambil salah satu bom kecilnya. "Baiklah, kalau itu maumu."
Tit!
Part 5: Boom Again!
"Mari kita mulai pertunjukannya."
Kedua gadis itu sama-sama menyeringai. Sama-sama cantik. Namun juga sama-sama sadis.
"Menyeranglah lebih dulu, BooMia," ujar Tery sembari menatap tajam musuhnya.
Gadis di hadapannya pura-pura tersentak, lalu berkata dengan nada yang dibuat-buat, "oh, kau tahu namaku ternyata."
Tery berdecak kesal. " Ck, bagaimana aku bisa tidak tahu orang yang sudah meledakkan motorku," desisnya sinis.
Mia tertawa, namun kemudian mengambil salah satu bom kecilnya. "Baiklah, kalau itu maumu."
Tit!
Bom sebesar permen karet itu meluncur menuju wajah Tery, namun gadis itu menghalanginya dengan cara melempar pisau kecilnya.
Bom milik Mia dan pisau milik Tery beradu di antara mereka, pada saat itulah terjadi ledakan yang tak terlalu besar namun dapat menghalangi pandangan akibat asap hitam yang ditimbulkan.
Syut!
Sebilah belati tiba-tiba muncul dari kepulan asap tersebut, melesat cepat menuju jantung Mia. Gadis itu terkejut, lalu melompat ke samping untuk menghindar. "Sial, belatinya akurat sekali."
Mia membalas dengan melemparkan beberapa bomnya. Tery berusaha mengelak dengan terus melakukan salto berkali-kali.
"Aku tak bisa terus seperti ini," gumam Tery lirih. "Aku harus mendekat."
Tap! Tap! Tap!
Gadis berambut hitam itu berlari di antara asap yang masih mengepul. Ia melesatkan beberapa belati yang terarah langsung menuju gadis di depannya.
Mia merunduk untuk menghindar, tak menyadari jika Tery sudah ada di hadapannya.
Bugh!
Tendangan keras itu dengan mulus mengenai dada Mia. Gadis itu mundur beberapa langkah, lalu terbatuk-batuk karena sesak di paru-parunya. Namun tak lama setelah itu ia malah menyeringai.
Tery merasa ada yang tidak beres. Ia segera melompat mundur, namun sudah terlambat.
Ka-boom!
Tubuh gadis itu terhempas, lalu menubruk tiang lampu yang berada di trotoar. Tery memegangi kepalanya yang terasa berdenyut-denyut akibat benturan. "Sial, dia memasang ranjau ternyata," umpatnya kesal.
Tawa jahat tertangkap oleh telinganya yang sedikit berdenging. Ia mendongak, lalu mendapati Mia yang siap melemparkan bom berukuran lebih besar daripada yang sebelumnya.
"Bye boom, Miss Teryous."
Ka-Boom!
Asap hitam yang tebal dan pekat memenuhi pandangan. Gubrak! Tiang lampu yang sebelumnya menjadi sandaran Tery, kini rubuh seketika.
Apakah ia selamat?
Mia tersenyum puas, tak lama setelah itu sebuah tawa gila keluar dari mulutnya. "Tak kukira mengalahkan tingkat Diamond semudah ini."
"Membunuhku tak akan semudah itu, dasar tingkat Golden."
Badan gadis itu seketika menegang mendengar suara seseorang di belakangnya. "Kapan dia ada di sana?!"
Jleb!
Tery menusukkan sebatang besi patah ke punggung Mia dari belakang, saking kerasnya hingga menembus dada kanan gadis tersebut. Darah mengucur deras dari luka itu, beberapa daging tertempel terlihat di patahan besi itu. Tapi tak hanya sampai di situ pembalasan Tery.
Sret!
Dipegangnya kaki Mia yang bergetar karena kesakitan, lalu menariknya hingga gadis itu jatuh tersungkur mencium aspal. Namun pembalasan Tery belum dimulai.
"Hya!"
Dengan sekuat tenaga Tery berusaha mengangkat tubuh itu, lalu tanpa ampun membatingnya ke jalanan berdebu dengan keras.
Tery mengangkatnya lagi, menyeretnya, kemudian menghantamkan kepala Mia ke salah satu mobil yang terpakir, membuat darah bercipratan di mobil putih itu.
Sret!
Tery mencabut besi yang masih menancap di badan Mia. Tapi kemudian ia malah menusukannya lagi ke dada kiri Mia, tempat keberadaan jantungnya.
Namun anehnya, setelah itu Tery melangkah menjauh menuju sepeda motor hitam milik Ryo.
Keadaan Mia melemah, beberapa kali ia memuntahkan darah. Badannya bergetar karena ketakutan. Tangannya yang sudah berlumuran darah berusaha mencabut besi yang hampir mengenai jantungnya. Tapi apa daya, tenaganya tak tersisa untuk mengeluarkannya.
Tap! Tap! Tap!
Suara langkah kaki yang menuju ke arahnya membuat ia menoleh. Mia melihat Tery dengan tatapan datarnya beserta senyum dinginnya yang membekukan jiwa. Dan pada saat itulah ia tahu, jika ajalnya akan segera menjemputnya.
"Hei, BooMia!"
Tery berjongkok, mesejajarkan tingginya dengan Mia yang sedang terduduk lemah menyandar pada mobil yang ternodai dengan darah.
"Aku terkesan," itulah pujian Tery, namun Mia tak akan mengucapkan terima kasih kepada orang yang akan mencabut nyawanya, bukan?
"Akan aku kembalikan bendamu ini." Tery menyeringai bagai iblis, tangan lentiknya memasukkan sebuah benda kecil ke dalam mulut musuhnya. Ia lalu mendongakkan kepala Mia, membuat benda itu tertelan dengan sendirinya.
Tit! Tit! Tit!
Itulah suara yang dikeluarkan benda itu dari dalam perut Mia. "Itu salah satu bom yang kau pasang di motorku. Seharusnya kau berterima kasih karena aku mengembalikannya."
Mia terbelalak, namun bom itu terlanjur ditelannya.
Tery mundur perlahan beberapa langkah. Tawa gilanya menggelegar bebas di jalanan yang sepi itu.
"Say "goodbye", My Victim."
Duar!
Bom itu meledak. Bagian-bagian dari tubuh Mia berhamburan kemana-mana. Tak luput juga cairan merah terciparat ke jalanan. Tubuh itu hancur berkeping-keping.
Tery melangkah, lalu menendang kepala Mia yang menggelinding ke arahnya.
"Jangan macam-macam denganku."
Tery tersenyum puas. Satu musuhnya berhasil tumbang. Namun ia tahu, musuh-musuh lainnya bersiap-siap membunuhnya.
Tiba-tiba suara langkah kaki yang berlari membuat Tery tersentak. Dengan refleks ia membalikkan badannya. Namun apa yang ia lihat malah membuatnya mendengus kesal.
"Tery, kau tidak apa-apa? Apa kau terluka? Dimana yang sakit? Keadaan di sini sangat mengerikan, sepertinya bom itu meledak dahsyat. Apa kau tidak takut? Astaga! Lihatlah, bahkan ada tubuh yang hancur karena bom ini! Ayo kita ke rumah sakit," Ryo berbicara tanpa henti, bahkan hanya dengan satu kali tarikan napas. Ia memang khawatir, tapi ini berlebihan.
Tery hanya berdecak, lalu melangkah santai ke motor hitam milik Ryo yang hanya penyok di beberapa bagian. Namun ia bersyukur karena Ryo tak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Ayo, pulang!"
"Eh, kau yakin tidak ingin mengobati luka-lukamu di rumah sakit?" Ryo bertanya, berusaha mendapat perhatian dari Tery.
"Cih, seharusnya kata-kata itu ditujukan kepadamu! Ledakan seperti itu saja sudah pingsan."
Ryo langsung bungkam, merasa malu dengan kenyataan yang dipaparkan Tery.
"Antarkan aku pulang."
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar