Miss Teryous
Part 12: First Target
.
Ryo menghampiri gadis itu. Menatapnya. "Tery, kau tidak butuh napas buatan?"
.
Sontak gadis itu mendelik. Namun tenaganya masih tidak bersisa untuk menjitak kepala pemuda itu. "Cepat bantu aku! Kita pergi dari sini!"
.
Ryo langsung memapah tubuh Tery. Kaos yang semula berwarna putih, kini menjadi merah, ternodai oleh air danau yang tercampur darah. Gadis itu basah, lekuk-lekuk tubuhnya terpampang jelas, dan Ryo tidak kuasa menahan godaan untuk meliriknya. "Apa yang kau lihat, hah?! Akan kucongkel matamu nanti!"
.
Pemuda itu gelagapan, langsung membuang muka. Wajahnya memerah malu bercampur ketakutan, dia sudah melihat langsung bagaimana Tery membunuh korbannya, dan dirinya yakin gadis itu tidak akan segan mewujudkan ancamannya.
.
Mereka berjalan perlahan, tanpa peduli empat mayat yang berserakan. Melewati hutan, beserta semak belukar. Hingga sampai di tempat persembunyian.
.
"Aw!" Tery memekik saat Ryo menjatuhkannya di kasur. Bertarung dengan Emma membuat beberapa sendinya terkilir. Tak ayal dia mengomel lagi. "Bodoh, jangan kasar kepada wanita yang terluka!"
.
"Maaf," lirih Ryo setengah hati. Pandangannya mengedar ke segala arah, hanya perabotan dan dinding berwarna hitam yang ditangkapnya. Selera yang suram untuk seorang gadis, pemuda itu berkomentar dalam hati.
.
Tanpa permisi Ryo melangkah ke arah lemari, mengambil sepasang pakaian dan menyerahkannya pada Tery. "Ganti bajumu agar kau tidak sakit nantinya," nasihat pemuda itu, beserta dengan tatapan teduh.
.
Tery mengalihkan tatapannya ke arah tembok, kemudian mengangguk kecil. Ryo melangkah pergi, tapi terhenti oleh tangan yang mencekalnya. "Ryo," panggilan gadis itu membuatnya menoleh.
Part 12: First Target
.
Ryo menghampiri gadis itu. Menatapnya. "Tery, kau tidak butuh napas buatan?"
.
Sontak gadis itu mendelik. Namun tenaganya masih tidak bersisa untuk menjitak kepala pemuda itu. "Cepat bantu aku! Kita pergi dari sini!"
.
Ryo langsung memapah tubuh Tery. Kaos yang semula berwarna putih, kini menjadi merah, ternodai oleh air danau yang tercampur darah. Gadis itu basah, lekuk-lekuk tubuhnya terpampang jelas, dan Ryo tidak kuasa menahan godaan untuk meliriknya. "Apa yang kau lihat, hah?! Akan kucongkel matamu nanti!"
.
Pemuda itu gelagapan, langsung membuang muka. Wajahnya memerah malu bercampur ketakutan, dia sudah melihat langsung bagaimana Tery membunuh korbannya, dan dirinya yakin gadis itu tidak akan segan mewujudkan ancamannya.
.
Mereka berjalan perlahan, tanpa peduli empat mayat yang berserakan. Melewati hutan, beserta semak belukar. Hingga sampai di tempat persembunyian.
.
"Aw!" Tery memekik saat Ryo menjatuhkannya di kasur. Bertarung dengan Emma membuat beberapa sendinya terkilir. Tak ayal dia mengomel lagi. "Bodoh, jangan kasar kepada wanita yang terluka!"
.
"Maaf," lirih Ryo setengah hati. Pandangannya mengedar ke segala arah, hanya perabotan dan dinding berwarna hitam yang ditangkapnya. Selera yang suram untuk seorang gadis, pemuda itu berkomentar dalam hati.
.
Tanpa permisi Ryo melangkah ke arah lemari, mengambil sepasang pakaian dan menyerahkannya pada Tery. "Ganti bajumu agar kau tidak sakit nantinya," nasihat pemuda itu, beserta dengan tatapan teduh.
.
Tery mengalihkan tatapannya ke arah tembok, kemudian mengangguk kecil. Ryo melangkah pergi, tapi terhenti oleh tangan yang mencekalnya. "Ryo," panggilan gadis itu membuatnya menoleh.
.
"Apa? Kau ingin aku yang menggantikan bajumu?"
.
Mata coklat Tery membulat sempurna. Baru saja bersikap manis, sekarang penyakit mesumnya muncul lagi. Gadis itu menggeram kesal. "Jangan berpikir hal-hal yang tidak-tidak saat aku bersamamu, atau akan kukeluarkan isi kepala kotormu itu!"
.
Ryo mendesah, kemudian mencebik. Kenapa gadis ini suka sekali mengancamnya?
.
"Baiklah, ada apa, Tery?"
.
"Apa kau yang membunuh dua wanita yang tersisa tadi?"
.
Hening. Jeda panjang terjadi. Hingga Ryo mengangguk.
.
Tery masih penasaran, dia kembali bertanya, "Bagaimana bisa? Dan juga ... kau belum menjawab pertanyaanku saat di hutan tadi." Pertanyaan itu membuat Ryo mengela napas, perlahan dia melepaskan tangan Tery yang masih mencengkram pergelangannya. "Besok saja kujelaskan, sekarang istirahatlah."
.
Tery terpaksa berbaring karena dorongan tangan pemuda itu di bahunya. Ryo kembali melangkah, membuka pintu lebar-lebar. Namun sebelum dia menutupnya, suara Tery menginterupsi. "Persiapkanlah, besok adalah misi pertamamu!"
.
Ryo memandang gadis itu bingung. "Misi apa maksudmu?"
.
Dengan santai Tery menjawab, "Tentu saja misi sebagai pembunuh bayaran."
.
Tidak memedulikan ekspresi syok Ryo, Tery kembali berbaring, membuat posisi senyaman mungkin, dan akhirnya terlelap.
***
Byur!
.
Ryo gelagapan. Dia langsung bangkit dengan terbasah-basah. Belum sempat kesadarannya terkumpul sempurna, seseorang telah menariknya paksa keluar dari kamar. Beberapa kali pemuda itu terantuk saat menuruni tangga, mengikuti langkah lincah gadis yang menyeretnya.
.
Genggaman super erat di lengannya baru dilepaskan saat ia sampai di sebuah kamar yang belum pernah dimasukinya. "Apa username yang menurutmu bagus, Ryo? King of the death, Superyous, Handsome Devil, atau kau punya julukan tersendiri?" Lawina terus saja menyerocos, tidak mengetahui pemuda yang ia ajak bicara belum mengerti situasi.
.
"Apa maksudmu? Username untuk apa?"
.
Lawina berdecak. "Tentu saja username untuk web killer.com sebagai pembunuh bayaran, kau kan setelah ini menjalankan misi, memangnya Tery belum memberitahumu?"
.
"Tentu saja misi sebagai pembunuh bayaran." Kata-kata itu kembali terngiang di telinga. Jadi ini maksudnya.
.
"Memangnya harus?" Jujur saja, dirinya enggan untuk melakukan ini.
.
"Tentu saja, jika kau tidak mau maka kau tidak boleh di sini. Atau bisa dibilang, kau harus mati," sebuah suara menimpali. Ryo menoleh, dan baru menyadari keberadaan orang lain di ruangan ini. Itu, si gay mengerikan.
.
Akhirnya Ryo menerima saja, toh ini demi keselamatannya sendiri, lagipula dia bukanlah orang suci yang tidak pernah membunuh. "Sebuah username ya?" Pemuda itu lantas bergumam.
.
Dia melirik Lawina, kemudian tanpa sadar bertanya, "Apa username milikmu, Lawina?"
.
Sekejap mata gadis itu berbinar. Apakah Ryo mulai memperhatikannya? "Law the lawyer," jawabnya bersemangat.
.
Ryo mengangguk-angguk. "Dia?" Telunjuk pemuda itu terarah ke Bobby yang masih berkutat dengan komputernya. "RainBowby," Lawina dengan malas-malasan berucap.
.
"Kalau—"
.
"Miss Teryous," Tery sudah menimpali sebelum pertanyaan terlontar. Kaki jenjangnya melangkah anggun memasuki kamar tersebut, di tangannya terdapat segelas jus apel yang segera diteguk.
.
Ryo tersenyum. Lawina mencibir. Bobby mendengus.
.
"Jadi, apa nama julukanmu?" kali ini Tery yang melontarkan pertanyaan.
.
Pemuda itu berpikir sejenak, kemudian tak lama menyeringai. Mata tajamnya melirik ke arah Tery. "Mister Ryous!"
.
Semua tentu saja kaget. Bahkan Tery hingga tersedak oleh jus yang diminumnya."Apa?!" Mereka memekik tidak percaya.
***
"Dasar tidak kreatif," lagi-lagi Tery menggerutu. Ryo membalas dengan tersenyum senang, sedikit menggoda—namun gadis itu menganggapnya penghinaan.
.
"Sudahlah Tery, kita memang ditakdirkan bersama. Username kita pun hampir sama." Tanpa bisa ditahan pemuda itu terbahak. Tery langsung membungkam erat mulut kurang ajar Ryo dengan tangannya, terlalu erat hingga pemuda itu tidak dapat bernapas.
.
"Bodoh, diamlah!"
.
Namun terlambat.
.
"Hey, siapa di sana?" Beberapa derap langkah langsung terdengar. Mereka panik, dan segera menyembunyikan tubuh di balik pohon besar.
.
Namun sepertinya orang-orang itu terus mencari. "Sial!" Tery mendesis. Tajamnya tatapan mata gadis itu sontak terarah menusuk Ryo. "Ini misi pertamamu dan kau ingin menggagalkannya?"
.
Ryo meringis, Tery sudah dalam mode menakutkan.
.
Suara langkah kaki makin mendekat. Tubuh mereka menegang. Sebenarnya mudah saja jika langsung membunuh, namun itu akan melanggar prinsip yang selama ini dipegang Tery. Dan satu-satunya ide yang melintas di otak membuatnya geram.
.
"Hey, siapa di sana?!"
.
Tery segera menarik lengan Ryo, membuat pemuda itu menghadapnya. Tangan putihnya segera melingkar erat di leher pemuda itu. Wajahnya mendekat, hingga kening dan hidungnya bersentuhan dengan Ryo. Lidah gadis itu terjulur, membasahi setiap permukaan bibirnya. "Peluk pinggangku," bisik Tery lirih.
.
Ryo menurut. Dan dengan tangan yang gemetar dia melingkari pinggang gadis itu. Susah payah pemuda itu menelan ludah. Tery di hadapannya, begitu menggoda dan menggiurkan.
.
Derap langkah itu berhenti, tepat di depan mereka. Dan saat itu pula Tery mendesah seksi. Astaga!
.
"Hanya pasangan mesum, ayo pergi!"
.
Orang-orang itu menjauh, tidak lupa dengan delikan sinis yang tertuju pada pasangan itu. Setelah mereka menghilang, Tery langsung melepas dekapannya, mendorong dengan keras Ryo ke pohon, dan langsung mencekiknya.
.
"Sial! Jangan kau ulangi kesalahan itu lagi, atau akan kugorok lehermu!" Tery geram, perkataannya penuh penekanan. Dan Ryo hanya mengangguk susah payah, napasnya sesak di dada.
.
Pemuda itu terbatuk-batuk saat lehernya terbebas. "Sudahlah, ayo kita mulai misi ini. Dan jangan kacaukan lagi, mengerti?!" Tery kembali bersembunyi di balik semak-semak. Mengintai markas musuh. Ryo dengan takut-takut mengikuti berjongkok, di samping gadis itu.
.
"Itu targetmu!"
.
Bersambung ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar