Bodoh! Kenapa aku bisa tergila-gila?
***
"Kak?"
"Eh!" Aku tersentak dengan kibasan tangannya, mengembalikan kesadaran yang sempat kemana-mana. Ia tertawa. Mata yang tadi menenggelamkanku kini menyipit manis, aku suka.
"Ada apa, Kak? Kok nyuruh aku ke sini?" Manik biru indah itu menjelajah, memandang alam dari rumput-rumput liar di belakang sekolah, tempat aku membawanya.
"Erm, itu ...," ujarku menggantung, dengan nada gugup, senang, serta perasaan yang terselubung.
Kakiku bergerak-gerak tidak tenang. Dan kupastikan wajahku semerah kepiting panggang. Sial, aku tidak tahan.
Seolah bisa membaca pikiranku, gadis itu ikut tersipu. Mata yang membuatku jatuh hati kini berkedip-kedip malu. "Apa mungkin Kakak ingin--"
"Ya!"
Biarlah!
***
"Kak?"
"Eh!" Aku tersentak dengan kibasan tangannya, mengembalikan kesadaran yang sempat kemana-mana. Ia tertawa. Mata yang tadi menenggelamkanku kini menyipit manis, aku suka.
"Ada apa, Kak? Kok nyuruh aku ke sini?" Manik biru indah itu menjelajah, memandang alam dari rumput-rumput liar di belakang sekolah, tempat aku membawanya.
"Erm, itu ...," ujarku menggantung, dengan nada gugup, senang, serta perasaan yang terselubung.
Kakiku bergerak-gerak tidak tenang. Dan kupastikan wajahku semerah kepiting panggang. Sial, aku tidak tahan.
Seolah bisa membaca pikiranku, gadis itu ikut tersipu. Mata yang membuatku jatuh hati kini berkedip-kedip malu. "Apa mungkin Kakak ingin--"
"Ya!"
Biarlah!
Aku menderap maju. Wajahnya langsung mendongak kaget saat aku mencengkram bahu. "Jadilah milikku." Dua bola favoritku balik memandang ragu.
"Aku ingin, Kak. Tapi--"
Belum selesai, aku menyela, "Matamu, jadikan milikku!"
"Hah?"
Tidak membiarkan ia menyiapkan diri, tubuhnya terjatuh dan kutindih. Mulut kusumpal kain kumal yang sudah digenggaman sedari tadi.
Gadis bodoh ini melotot saat gunting mendekati mata, aku bersiap mencongkelnya.
"Milikku."
End.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar