"Jam 01.00 tanggal 25 Mei 2018, Merry W. Silverstone dinyatakan meninggal dunia."
.
Setengah jam berlalu, tetapi Brenda masih terdiam dengan pernyataan pahit dokter itu. Ibunya telah tiada. Satu-satunya seseorang tempat dimana dia bergantung sudah hilang akibat kanker hati yang diderita. Dan makhluk brengsek yang mengaku-ngaku sebagai ayahnya dipastikan sibuk, pergi entah kemana bersama salah satu jalang selingkuhannya di suatu motel murah pinggiran kota Detroit.
.
Selain duka, ada kemarahan yang menggelak. Hasrat untuk membalas pengkhianatan terpaku jelas di otak. Dendam sudah tercetak. Murka Brenda tidak akan surut sebelum melihat ayah kandungnya tersebut tergerus, menderita, kemudian hancur sebagai si tanpa nama.
***
.
Setengah jam berlalu, tetapi Brenda masih terdiam dengan pernyataan pahit dokter itu. Ibunya telah tiada. Satu-satunya seseorang tempat dimana dia bergantung sudah hilang akibat kanker hati yang diderita. Dan makhluk brengsek yang mengaku-ngaku sebagai ayahnya dipastikan sibuk, pergi entah kemana bersama salah satu jalang selingkuhannya di suatu motel murah pinggiran kota Detroit.
.
Selain duka, ada kemarahan yang menggelak. Hasrat untuk membalas pengkhianatan terpaku jelas di otak. Dendam sudah tercetak. Murka Brenda tidak akan surut sebelum melihat ayah kandungnya tersebut tergerus, menderita, kemudian hancur sebagai si tanpa nama.
***
Kilat cahaya yang berasal dari kamera terus menyilaukannya. Brenda sebisa mungkin menahan emosi di depan para wartawan yang jelas sekali menganggu proses pamakaman ibunya. Ditambah lagi akting memuakkan dari Griffin, salah satu senator Michigan, dengan air mata buaya yang menipu seluruh negara bagian mengenai kesedihannya ditinggal mati sang istri.
.
Berbagai ucapan bela sungkawa hilir mudik sejak tadi dari orang-orang munafik yang sebenarnya bahagia atas kabar ini, karena dengan begitu posisi politik Griffin melemah seiring dekatnya pemilihan umum untuk anggota kongres baru.
.
Penguburan selesai.
.
Masih disertai keamanan ketat, Brenda berjalan menuju mobil yang akan membawa ia ke kediaman besar milik ayahnya, beberapa kali dihambat oleh gerombolan jurnalis dan pertanyaan bodoh tentang bagaimana perasaannya. Namun alih-alih ikut masuk ke kendaraan yang dinaiki anak gadisnya, Griffin sengaja berlama-lama meladeni wartawan-wartawan buas tersebut. Gadis itu tidak penasaran wawancara seperti apa, sebab kulit kusam, mata kuyu, serta ekspresi sedih yang dibuat-buat masih berkarisma jelas sekali menjadi foto halaman depan koran yang sempurna untuk mencari simpati guna mengamankan posisi.
.
Politik. Cih, membuatnya muak saja.
***
Sebuah mansion berdiri megah, dikelilingi oleh taman luas yang didominasi warna hijau segar dan berbagai jenis bunga. Di depan bangunan itu sekarang sedang terparkir Ford putih, tidak lama kemudian Brenda keluar dari mobil tersebut. Tanpa menghiraukan beberapa panggilan dari ayahnya, dia terus melewati teras dan akhirnya mendorong pintu besar dari mahoni hingga mengayun terbuka.
.
"Apa perlu saya siapkan makan malam, Nona?" Seorang wanita paruh baya yang sebagian rambutnya sudah berubah menjadi keabuan menyongsong kehadiran Brenda, lalu bertanya. Gadis itu menggeleng, setelah itu menunjukkan telapak tangan kirinya, tanda bahwa dia tidak ingin diganggu.
.
Dengan rasa kesal yang masih menggelayut, langkah Brenda menghentak-hentak tangga hingga sampai di depan pintu kamarnya. "Sialan dia!" Untungnya ruangan yang ia tempati kedap suara, kalau tidak pasti sudah terdengar umpatan yang tidak kalah kerasnya dari Griffin dan diakhiri nasihat percuma tentang menjaga sikap sebagai seorang anak pejabat.
.
Brenda menggeram, tubuhnya ia banting ke kasur. Mural berisi gambar abstrak di langit-langit perlahan membuat gadis itu sedikit tenang, memberi kesempatan otaknya untuk berputar mengenai rencana balas dendam. Tidak butuh waktu lama, segudang ide sudah ia tampung.
.
Brenda bangkit, lalu setelah yakin bahwa pintu kamar terkunci, dia melangkahkan kaki menuju sebuah lukisan geometris berukuran 60×50 sentimer yang tergantung di samping TV. Saat selesai mengangkat benda itu dengan hati-hati , nampak brangkas yang tersembunyi di sana. Gadis itu kemudian menyodorkan ibu jarinya ke pemindai yang ada. Terbuka.
.
"Biar tahu rasa kau, Keparat!" Laptop rakitan yang Brenda bawa dari lubang brangkas itu kini tergeletak manis di atas ranjang. Tak perlu menunggu lama, gadis itu beraksi dengan menggebu-gebu.
.
Dia tahu kalau ayahnya tidak jarang menggelapkan uang daerah, kasus penyalahgunaan wewenang yang setengah mati Griffin tutupi dari media pun Brenda tahu, apalagi mengenai hubungan gelap antara ayahnya dengan berbagai kalangan wanita dari sekretaris pejabat, artis papan atas, hingga istri politikus lain. Gadis itu tidak habis pikir dengan wanita-wanita yang mau saja digiring ke tempat tidur oleh si brengsek tersebut, padahal mereka tau betul bahwa ayahnya telah beristri dan mempunyai anak!
.
Saatnya membalas satu-persatu.
.
Dimulai dari kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Brenda dengan mudah masuk ke sistem perangkat lunak ayahnya, karena memang sejak dulu komputer Griffin telah ia tanami dengan virus buatan yang sulit dideteksi. Setelah menemukan software yang diciptakan khusus oleh seorang hacker yang dipekerjakan ayahnya untuk mencatat pengeluaran dan pemasukan beserta rincian dari proyek-proyek yang ia tangani, gadis itu menyusup ke sana untuk mencari celah. Walaupun aplikasi di hadapannya berkualitas sedikit tinggi karena berbahasa program c, tapi entah kenapa banyak sekali kekurangan yang mudah ia masuki. Hah, lucu saja dulu peretas yang sempat ia temui itu begitu menggembor-gemborkan tingkatannya sebagai semi elite. Yang semua orang tidak tahu adalah Brenda sudah selevel 31337. Namun kini ia tidak berperan sebagai hacker, melainkan cracker, the black hat hacker.
.
Setumpuk dokumen langsung muncul di layar setelah Brenda mengutak-atik program tersebut. Namun dia tahu yang ada dihadapannya sudah dimanipulasi. Gadis itu lagi-lagi mengetik beberapa kode di laptop rakitannya, yang membuat dia berhasil menembus basis terakhir pertahanan program tersebut. Beberapa file terpampang, yang langsung Brenda unduh kemudian simpan di salah satu folder bersandinya.
.
Selesai.
.
Namun hal-hal itu belum cukup memuaskan.
.
Saat ini gadis tersebut tengah mencari-cari jadwal kegiatan Griffin tiga bulan terakhir, yang ternyata disimpan dalam tablet sekretaris laki-laki itu. Kemudian dilanjutkan dengan meretas jaringan GPS mobil sehingga dia bisa melihat riwayat perjalanan ayahnya walau yang sudah dihapus sekali pun. Dapat.
.
Satu-persatu kegiatan di layar Brenda coret, setidaknya yang terlihat normal. Beberapa menit kemudian, monitor di depan wajahnya menyisakan 25 jadwal mencurigakan. Menggeser menuju halaman berikutnya, gadis itu mencocokan tanggal dan waktu pada jadwal dengan rute GPS. Namun tiba-tiba ....
.
Brak! Brak! Brak!
.
"Sial!" Gedoran di pintu hampir menjungkalkan Brenda dari kasur. Buru-buru gadis itu menyembunyikan laptop di antara boneka-boneka besar seukuran bagian atas manusia.
.
Brak!
.
"Tidak sabaran sekali sih," gerutunya. Dengan lima langkah lebar, Brenda berhasil meraih gagang dan membuka pintu. "Apa?" salaknya langsung di hadapan Griffin.
.
"Kurang ajar sekali kau!"
.
"Apa?!" tanya gadis itu lagi, mulai kehilangan kendali.
.
"Besok pukul sembilan pagi kau harus sudah siap menghadapi konferensi pers," Griffin menginformasikan dengan dua nada lebih tinggi dari yang seharusnya.
.
"Terserah." Lalu pintu tertutup disertai bantingan.
.
"Bajingan itu! Lihat saja apa kau masih punya muka hingga besok pagi."
***
30 Mei 2018.
.
Dunia heboh.
.
Hari itu terjadi pengungkapan besar-besaran mengenai penggelapan uang, penyalahgunaan kekuasan, dan rekaman CCTV yang menunjukkan perselingkuhan dari seorang senator asal Michigan. Sayangnya tidak ada yang tahu sumber asli informasi tersebut. Hanya akun tanpa nama yang alamat IP-nya dipalsukan. Namun sekalinya berita itu viral, tidak ada yang menyangkal kebenaran.
.
Sekarang semua orang tahu rupa asli si keparat Griffin J. Silverstone.
.
Namun seperti bajingan yang sesungguhnya, Griffin malah mabuk-mabukkan di ruang tamu, menunggu dengan santai hingga hari sidangnya ditentukan. Karena dengan uang, ia yakin masalah ini tidak akan menjadi terlalu besar.
.
Dan Brenda jijik melihat itu.
.
Pria itu harus binasa. Sayangnya Amerika Serikat melarang hukuman mati dengan alasan hak asasi manusia. Padahal Brenda sudah repot-repot meretas semua CCTV milih hotel-hotel yang dijadikan ayahnya sarang cinta itu.
.
Dasar pemerintahan tidak berguna!
.
Saking muaknya gadis itu sempat berniat membeberkan semua file top secret yang iseng-iseng ia lihat setelah menembus firewall Pentagon, tentang makhluk aneh yang tentunya akan menimbulkan terror dunia, alien, pelaku asli pemboman gedung kembar 11 September, bahkan rencana nuklir yang nantinya akan menimbulkan perang dunia ketiga. Namun setelah dipikir-pikir percuma saja. Si brengsek itu tidak akan mati walaupun pemerintahan dunia runtuh.
.
"Tidak ada jalan lain," gumamnya lirih. Manik biru pucat Brenda berkilat-kilat marah.
***
Malam datang dengan ganas. Hujan yang disertai badai menerpa kota Detroit tanpa ampun. Gelegar petir dan gemuruh langit bertalu-talu tiap menitnya.
.
Gelap.
.
Pemadaman listrik massal terjadi terlalu tiba-tiba.
.
Dan di antara lautan hitam yang tanpa batas itu, sosok misterius mengendap-endap ke kamar seorang pria yang setengah sadar dari mabuknya. "Bren?" mendengar ada langkah lembut yang masuk, Griffin memanggil satu-satunya orang yang ia ketahui masih ada di mansion ini. Namun tidak ada jawaban.
.
"Bren? Jangan main-main kau, Jalang!" teriak pria itu makin keras, menolak kenyataan bahwa rasa takut mulai menjalarinya, menjadikan ia panik. Segera Griffin berusaha membuat tubuhnya terduduk di ujung ranjang.
.
Langkah itu kembali terdengar. Makin dekat. Dekat. Lalu tepat di depan wajahnya, dua titik bercahaya yang berasal dari sepasang manik manusia balik menatapnya. "K--!" Ucapan Griffin terpotong bahkan sebelum satu kata terlontar, ia dicekik.
.
Pria tersebut berontak sia-sia. Tangannya putus asa berusaha melepaskan tali yang menjerat lehernya. Rontaannya makin tidak teratur seiring rasa terbakar di tenggorokan. Dada laki-laki yang berumur penghujung 30-an itu sesak. Lidahnya terjulur, gambaran yang cukup untuk menandakan batas usaha bertahan hidupnya. Tiga detik kemudian, dia tidak bergerak. Pria itu telah kehilangan nyawa.
.
Tepat saat itulah listrik kembali menyala.
.
Brenda melihat pemandangan di hadapannya dengan puas. "Well done."
.
Zo sibuk menyimpul tali di genggaman, kemudian menyeret turun mayat yang batang lehernya terkalung di sana, lalu membawa tubuh itu ke dalam kamar mandi. Pria bertopeng itu memang sengaja membiarkan Brenda melihat ia menggantungkan mayat ayah gadis itu pada tiang penyangga, sehingga siapapun akan berpikir kematian Griffin adalah bunuh diri.
.
"Aku yang menjadi klienmu," ucap Brenda akhirnya setelah beberapa menit hanya menonton badan ayahnya tergantung mengenaskan dalam kamar mandi.
.
"Aku tahu."
.
"Eh?!" Jujur saja gadis itu terkejut. Pasalnya ia yakin jejak identitasnya saat mengakses Deep Web untuk menyewa jasa pembunuhan ini sudah ia tutupi rapat-rapat.
.
"Kau tidak bisa membodohiku." Sekejap saja Zo sudah berdiri kokoh di hadapan Brenda, tanpa ada suara deral apapun, padahal lima meter memisahkan mereka.
.
Kini Brenda yang terancam di bawah bayangan pria bertopeng itu. "Aku juga sudah menyelidiki tentang organisasi The Zodiac milikmu itu."
.
"Lalu?" Satu langkah maju bagi Zo artinya satu langkah mundur untuk Brenda. Namun gadis itu pantang menyerah, ia kembali berusaha memimpin situasi.
.
"Korban kalian selama ini hanya orang-orang pemerintahan yang bajingan dan cukup berpengaruh, kan? Selain itu, aku tahu nama asli dan latar belakangmu."
.
Tik!
.
Pria tersebut menjetikkan jari, kemudian sekali lagi memperpendek jarak dengan Brenda. Bedanya kali ini gadis itu tidak bisa bergerak mundur. "Apa maumu?" Suara Zo tiba-tiba lebih berat, serius, juga mengintimidasi.
.
"Aku ingin bergabung."
.
Hanya khayalannya atau memang sepersekian detik lalu iris pria itu berubah putih seperti pengidap albino?
.
Namun tidak disangka-disangka, Brenda berhasil menangkap senyum yang tersembunyi di balik topeng hitam mengkilat itu dari pandangan matanya. "Selamat bergabung, Aries."
.
Tik!
.
Saat tangan Zo terjulur akhirnya Brenda mendapatkan kembali kemampuan geraknya dan segera menjabat pria itu.
***
31 Mei 2018.
.
Sebuah berita kembali mengejutkan negara bagian Michigan pagi itu. Pelaku korupsi yang digempar-gemparkan dunia beberapa jam yang lalu ditemukan meninggal dengan cara bunuh diri di kediamannya.
.
Anehnya, tidak satu pun koran yang memuat hilangnya Brenda. Seolah gadis itu tidak pernah ada. Dilupakan begitu saja.
.
Tamat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar