Terkadang dunia terasa tidak adil, bahkan satu dua urusan tentang hidup matimu sendiri kau tidak akan bisa turut andil.
.
Sudahkah dirimu puas dikhianati? Atau masih saja bersikap masa bodoh pada tangan-tangan munafik yang berperan memainkan benang takdir?
***
Pintu menjeblak keras saat Doran tergopoh-gopoh masuk ke dalam sebuah kamar gelap. Seorang pemuda yang notabene setengah tidur langsung melonjak dari kasurnya, tapi langsung mengumpat dan bersiap untuk berbaring lagi saat tahu siapa yang mengganggu malamnya. "Sialan kau, Man! Aku baru saja setengah jam berbaring!"
.
Sudahkah dirimu puas dikhianati? Atau masih saja bersikap masa bodoh pada tangan-tangan munafik yang berperan memainkan benang takdir?
***
Pintu menjeblak keras saat Doran tergopoh-gopoh masuk ke dalam sebuah kamar gelap. Seorang pemuda yang notabene setengah tidur langsung melonjak dari kasurnya, tapi langsung mengumpat dan bersiap untuk berbaring lagi saat tahu siapa yang mengganggu malamnya. "Sialan kau, Man! Aku baru saja setengah jam berbaring!"
.
"Singkirkan pantatmu dari kasur atau aku yang akan membuatmu kehilangan bongkahan daging itu!"
.
Masih menggerutu, Adam menurut. Ia rapikan sedikit piyamanya seraya berjalan mengikuti Doran menuju ruang tamu. "Masalah apa lagi kali ini? Jika hanya mengemudi saat mabuk kau tidak perlu pengacara sepertiku, suap saja beberapa dollar, selesai. Yah, asal kau tidak menabrak siapa-siapa sih." Lelaki berdarah Amerika itu bersandar pada sofa, masih terbayangi kabut-kabut kantuk di kepalanya.
.
"Ini tentang Mona."
.
Tiga kata, kemudian Adam seketika siaga.
.
Lalu cerita itu mengalir. Setiap detil kebrengsekan Doran tanpa luput keluar dari mulutnya sendiri. Perbuatan yang bahkan terlalu hina untuk seorang pria pewaris organisasi mafia Rusia tersebut.
.
"Kau gila!" Adam tanpa sadar menghardik. Ototnya muncul di antara ketegangan leher, napas memburu yang diikuti gemuruh dada, bukan berlebihan lagi jika menyebut emosi Adam kini adalah sebuah murka.
.
"Kau bisa menolongku, kan? Ini perkara mudah bagimu, benar?"
.
"Aku bisa membela kelompok kalian tentang berton-ton kokain, pemerasan, dan perampokan. Tapi kau sudah memperkosa dan membunuh anak tujuh tahun, Brengsek!"
.
Melihat Adam yang emosi membuat Doran juga ikut terpancing. "Sialan kau! Aku tidak sengaja, oke! Anggap saja kecelakaan! Kau harus membebaskanku dari hukuman penjara!"
.
Penjara? Adam tersenyum sinis dengan pikiran konyol pemuda di hadapannya, si calon bos mafia. "Tanpa membelamu pun kau tidak akan dipenjara, melainkan langsung dihukum mati."
.
Berbagai umpatan berbahasa Slavia keluar sekaligus dari bibir hitam akibat tembakau milik Doran. Sofa empuk yang ia duduki tiba-tiba terasa panas, tubuhnya gelisah oleh kekhawatiran. Cukup lama pria berhidung paruh elang tersebut berpikir, hingga sebuah ide muncul tiba-tiba. "Kalau begitu tidak boleh ada yang tahu kecuali kita," putusnya.
.
"Dan kau pikir Paulo, ayah Mona, si generasi kedua dari Mussolini itu diam saja menunggu putrinya yang tidak pernah kembali? Man, kau berurusan dengan jaringan mafia terbesar di Italia!" bantah Adam langsung.
.
"Kita bisa sembunyikan mayatnya!"
.
"Hah! Itu berarti kau membiarkan si tua keparat itu melampiaskan dendamnya ke seluruh orang yang berhubungan dengannya dan Mona, termasuk kau dan kelompokmu, bahkan aku!" Gelengan tidak terima dengan tegas ditunjukkan kepada Doran. Dua jari pucatnya Adam sekarang sibuk memijat kepala yang sedang pusing tertimpa masalah ini.
.
"Lalu aku harus bagaimana?!" raungan putus asa itu sempat membuat pengacara muda tersebut terlonjak. Sepasang manik biru menatap prihatin sekaligus geram ke arah Doran. Adam tak habis pikir orang sebodoh ini akan memimpin segerombolan penjahat yang berbasis di Rusia nanti. Mungkin kalau bukan karena statusnya sebagai keturunan Vovldisci, Doran sudah tamat dari bertahun-tahun lalu. Dimulai dari kenakalan remaja, kegagalan dalam hal pelajaran, hingga masalah asmara, alasan mitranya itu selamat hanyalah uang kotor keluarganya. Bahkan Adam pun sebenarnya tak mau berurusan dengan si pembuat masalah ini jika saja biaya kuliah hukumnya tidak ditanggung oleh Dominic, ayah Doran. Namun walau begitu, jasa advokatnya tidak melulu hanya digunakan oleh pihak Rusia, bisa dibilang dia berperan sebagai pengacaranya para mafia dunia, yang membuatnya dibenci setengah mati oleh sebagian besar penduduk belasan negara.
.
"Kita harus punya seseorang sebagai kambing hitam." Gagasan itu memercikkan setitik harapan dalam pandangan Doran, yang tanpa ragu mengangguk setuju.
.
"Kau benar. Kalau begitu akan kusuruh salah satu anak buah Ayahku ke sini sekarang juga!"
.
"Tidak! Tunggu dulu! Sama saja hasilnya jika yang disalahkan termasuk dalam kelompokmu. Seluruh anggota akan kena getahnya." Adam bangkit, mulai muak. Kaki kokoh yang berbalut piyama tersebut melangkah ke dapur yang hanya dibatasi sebuah partisi dari ruang tamu. Laci dibuka dan satu bungkus kopi instan segera diraih. "Si kambing hitam harus bukan dari golongan manapun, netral, dan cukup dekat dengan Mona untuk bisa dicurigai," lanjutnya dengan volume yang cukup untuk didengar dari jarak lima meter.
.
"Kenapa aku tidak boleh menculik saja anggota kelompok lain? Salah satu yakuza Jepang misalnya? Biarkan saja mereka saling membunuh!"
.
"Pertama, yakuza selalu berkelompok, kau sendirian tidak akan bisa menandinginya, dan seperti yang kau bilang tadi, masalah ini akan jadi rahasia, kalau begitu tidak ada alasan jelas anak buah ayahmu untuk mematuhi perintahmu. Kedua, konflik yang akan kau timbulkan selanjutnya malah akan menambah pekerjaanku. Dan dengan segala hormat jika itu melibatkanku, akan kupastikan berkata sejujur-jujurnya di depan hakim untuk langsung menyelesaikan kasus Mona ini. Jadi, tidak!" Gelas kopi berdenting nyaring tengah malam saat itu, Adam mengaduk kopinya seiring paparan logis yang ia ajukan sebagai penolakan.
.
Beberapa detik Doran terdiam. "Jadi tidak ada pilihan lain lagi," gumam pria berdarah murni Rusia tersebut, sedikit berkesan mencurigakan. Sayangnya, tidak cukup terdengar oleh Adam yang masih sibuk dengan minumannya.
.
Kopi instan telah siap setelah beberapa kotak gula larut sepenuhnya. Namun belum sempat seteguk Adam telan, pukulan keras mengenai bagian vital kepalanya, menjadikan laki-laki itu kehilangan keseimbangan, jatuh, kemudian ditelan kegelapan.
***
Doran keparat!
.
Sedikit demi sedikit Adam meraih kesadarannya kembali. Kelopaknya terasa berat saat ia mencoba membuka mata. Dan akhirnya berhasil.
.
Ia masih berada di rumahnya. Tepat di atas ranjang. Satu-satunya hal yang berbeda adalah kehadiran satu sosok yang berbaring tepat di samping
.
Adam menoleh, yang menjadikan dia hampir jatuh dari kasurnya. Sosok itu adalah sosok yang tidak ingin ia temui saat ini. Sosok sumber masalah.
.
Mayat Mona yang masih berlumuran. Telanjang, sama seperti Adam.
***
Bugh! Bugh! Buak!
.
Tinju dalam tenaga penuh bertubi-tubi Adam terima dari Paulo. Sang sipir yang melihat hanya mematung, tidak berani menyela murka pemimpin mafia Italia tersebut.
.
Entah sudah berapa kali dia meyakinkan semua orang bahwa bukan dia yang memperkosa serta membunuh Mona, tapi terlambat, dia sudah dicap sebagai pelaku sebelum sidang memutuskan perkara. Ditambah lagi tidak ada pengacara yang berniat membela tersangka yang berurusan dengan kasus yang ada hubungannya dengan dunia gelap kumpulan penjahat yang dinaungi nama organisasi. Bahkan, pengacara publik yang ditunjuk negara semuanya mengundurkan diri saking mengerikannya masalah ini.
.
"Bajingan kau!" Lagi, lagi, dan lagi, pukulan yang diselimuti amarah seorang ayah sekaligus pemimpin kelompok orang-orang brengsek telak mengenai wajah Adam. Cairan merah sudah mengalir sejak tadi dari pelipis, bengkak memenuhi muka yang sejatinya tampan tersebut, sudut bibir dan matanya robek, hidung patah, serta rahang bawahnya dipastikan tidak berada di tempat yang seharusnya.
.
Paulo, laki-laki paruh baya yang masih saja menunjukkan keganasan dan intimidasinya tersebut berdiri garang di hadapan Adam. Satu-satunya penyebab si pria Amerika dengan julukan "Pembela yang Salah" itu masih hidup adalah kepastian hukum tentang sanksi mati yang tidak lama lagi akan dia hadapi.
.
Lengan Paulo terayun sekali lagi, tapi disela oleh bel penanda waktu sidang. Saatnya Adam menghadapi akhir kehidupan.
.
Dalam hati ia menyumpah, kepada Doran, kepada para keparat yang dulunya dia bebaskan dari jeratan hukum, kepada dunia, dan kepada dirinya sendiri yang tidak mampu tujuh tahun lalu.
***
Ruang sidang yang dibangun dengan marmer dan kayu jati berpelitur itu dipenuhi penjahat-penjahat kelas kakap. Petugas pengadilan menggiringnya menuju meja yang berhadapan langsung dengan jaksa penuntut umum dan juri, yang berarti bersebelahan dengan meja hakim. Sungguh ironis bahwa pengacara seperti dirinya kini menjadi tersangka utama di medan tempurnya sendiri.
.
Setelah Adam duduk. Acara dimulai.
.
Hakim mempersilahkan jaksa penuntut membacakan dakwaannya, yang jelas sekali termasuk pembunuhan, pemerkosaan, penyerangan, kekerasan terhadap anak di bawah umur, dan pasal-pasal lain yang bahkan Adam sendiri tidak tahu bahwa Doran juga melakukannya pada Mona.
.
Tidak ada yang bisa ia lakukan tanpa pengacara. Terkutuklah hukum Amerika yang melarang terdakwa membela sendiri kasusnya. Adam hanya diperbolehkan bicara apabila jaksa bertanya.
.
Setelah penjelasan panjang mengenai dosa yang tidak pernah dia lakukan selesai dibacakan. Sesi langsung dilanjutkan dengan tanya-jawab karena memang tidak ada yang bisa menyanggah apapun yang diucapkan jaksa.
.
Adam segera disodori dokumen sumpahnya. Tanpa membuang waktu, jaksa muda yang kelihatan sekali berapi-api langsung melontarkan pertanyaan yang ia siapkan bahkan sebelum hakim mempersilahkan, tapi tidak ada yang menegur, apalagi menghentikan.
.
"Saudara Adam Eugene Wright, apakah benar Anda yang membunuh saudari Mona La Gioconda?"
.
"Tidak benar."
.
"Kalau begitu, bagaimana Anda menjelaskan tentang mayat saudari Mona yang ditemukan berada di rumah Anda pada hari Minggu, 27 Mei 2018?"
.
Mengatakan bahwa Doran yang menjebaknya saat ia sendiri yang menjadi pelaku saat ini akan dianggap tidak valid tanpa bukti nyata, penggila hukum dan juri di hadapannya takkan percaya begitu saja. "Saya tidak tahu." Benar. Adam tidak tahu bagaimana bisa caranya mayat Mona dibawa oleh Doran, kesadaran tidak bersamanya saat itu.
.
Para juri seketika berdengung layaknya lebah, kata-kata mereka seperti, "dia pasti pelakunya","alasan macam apa itu?", "pengacaranya orang jahat pasti jahat juga". Barisan penonton tak kalah berisik, sumpah serapah dan ucapan kotor bertalu-talu di ruangan tersebut.
.
Hanya ketukan hakim dan peringatan pria tua itu tentang menghargai persidangan atau apalah yang menghentikan kegaduhan.
.
Deheman jaksa menandakan ia bersiap memberikan pertanyaan selanjutnya, tentang sidik jari Adam yang ada di seluruh tubuh mungil Mona, bahkan tentang visum yang menyatakan jejak sperma di bagian genital gadis cilik itu. Satu-satunya jawaban hanyalah ketidaktahuan. Itulah faktanya. Dia dijebak tanpa persiapan. Tanpa rekaman CCTV yang membuktikan bahwa dia tidak pernah membawa Mona sendiri ke rumahnya. Tanpa saksi yang mendengar percakapannya dengan Doran kemarin malam. Tanpa apapun yang bisa membantah tuduhan palsu yang ditujukan padanya.
.
Sebenarnya hanya dari kuis jaksa yang sudah telak memojokkannya saja sudah membuktikan bersalah. Namun tetap saja sidang dengan repot-repot mengundang saksi yang Adam tidak tahu identitasnya, cara Amerika. Siapa?
.
Kemudian saat seorang pria berumur dua puluhan, berambut hitam dan bermata abu-abu, serta jelas sekali berwajah seorang Russian bangkit dari dudukannya di pojok ruangan. Amarah Adam seketika memuncak. Doran yang menjadi saksi?!
.
Takdir sedang mempermainkannya.
.
"Saudara saksi, apakah benar saudara Adam terlihat dekat dengan saudari Mona baru-baru ini?"
.
"Ya. Bahkan Adam pernah berkata kalau dia tertarik secara seksual kepada Mona," walau terbata-bata, fitnahan Daron dapat didengar seluruh orang di ruangan itu, termasuk Adam tentunya, yang segera menerjang. "Kau yang berkata begitu, bajingan! Sialan! Berani-beraninya kau melempar kesalahanmu pada orang yang tidak bersalah!"
.
"Harap tenang! Hormati persidangan ini!" Hakim mengetuk palunya berulang kali. Petugas pengadilan sibuk menahan Adam yang jelas sekali membara oleh murka.
.
Setelah diberikan kode, jaksa kembali melanjutkan tugasnya sebagai penanya. "Apakah Anda, saudara saksi, mendengar atau melihat langsung bahwa saudara Adam mengajak saudari Mona malam itu ke suatu tempat?"
.
"Y-ya," kali ini lebih ragu dari sebelumnya, "S-saya berada di seberang jalan saat melihat Adam mengajak Mona ke s-suatu tempat setelah jam sekolah Mona berakhir."
.
Persidangan kacau. Adam melonjak dan detik berikutnya sudah mencekik Doran yang notabene dua kali lebih besar darinya pada meja di hadapan hakim. Dua petugas pengadilan tidak bisa lagi mencekal pria Amerika yang sedang mendidih tersebut. Bantuan datang. Dengan lima petugas pengadilan akhirnya Doran dapat bernapas dengan benar. Namun Adam berontak sekuat tenaga.
.
Ia lepas, dan langsung berusaha meraih mangsanya.
.
Ctik!
.
Namun mendadak semuanya berhenti bergerak.
.
"Woah, Sagitarius, tenanglah." Suara asing berbisik di telinga Adam. Kerjap selanjutnya pria bertopeng hitam mengkilat muncul begitu saja di hadapannya yang sedang membeku.
.
Siapa dia?
.
Ctik! Laki-laki aneh itu menjentikkan jari, yang ajaibnya langsung membebaskan Adam dari keterpakuan, tapi mobilitasnya terkunci kembali saat ia sekali lagi maju menyerang Doran, hanya mulutnya yang bisa bergerak dan mengucapkan "sial!" kuat-kuat.
.
"Aku punya tawaran yang lebih bagus," aksen Inggris yang aneh dari pria bertopeng itu menyela lagi, tanpa diduga sebuah pistol teracung tepat di antara matanya.
.
Tunggu! Sepertinya dia pernah menghadapi kasus aneh semacam ini. Seorang mafia pernah dijadikan tersangka pembunuhan seorang menteri waktu itu, dari keterangan yang Adam dapat, hal-hal aneh terus saja bermunculan, seperti laki-laki aneh yang dapat menghilang, gerombolan pembunuh bertopeng yang mempunyai kekuatan atau apalah, ataupun seseorang yang dapat membuat pergerakan terhenti. Dulu tentu dia tidak percaya, namun tetap saja Adam dapat membebaskan kliennya dengan dalih tidak cukupnya bukti valid. Para polisi pun menelusuri dan hanya mendapatkan informasi tentang sebuah organisasi bernama ....
.
"The Zodiac?"
.
"Kau mengenal kami rupanya." Dia tidak bisa membaca raut pria itu hanya dari dua bola mata berwarna violet dan nada bicara yang monoton tersebut, menjadikan dia tidak yakin kalau pria ini berniat apa padanya.
.
Namun sungguh tidak disangka salah seseorang dari kelompok yang sering merepotkannya itu, yang masih menjadi misteri bagi pemerintahan dunia, dan incaran para pimpinan mafia serta organisasi jahat lain sekarang berhadapan dengannya. Langsung.
.
"Apa maumu?" Adam bertanya, berusaha berdiplomasi.
.
"Bergabung denganku."
.
"Sebagai balasannya?"
.
Pistol yang tadi bersiap tepat di depan hidungnya kini perlahan berubah haluan menuju ... Daron yang sedang membeku.
.
Seketika Adam menyeringai. Balasan pantas untuk orang sebrengsek dia memang hanyalah kematian.
.
"Lepaskan dulu sihir atau apalahmu ini. Aku tidak bisa bergerak."
.
Ctik!
Tanpa menunggu satu detik berlalu, Adam sudah merebut pistol itu, lalu menembakkan hampir seluruh peluru di dalamnya untuk bersarang di otak bejat Doran. Satu yang tersisa, pria Amerika itu dengan cekatan melompati pagar pembatas. Langkahnya mantap, dua jejak besar membuatnya berhadapan langsung dengan Paulo, seseorang yang membuatnya babak belur dan sempat dislokasi rahang bawah. Kemudian peluru terakhir telah menembus jantung pria tua tersebut.
"Oke, selamat bergabung, Sagitarius."
Adam sudah muak menjadii pembela penjahat yang tidak tahu terima kasih. Sudah waktunya menjadi penjahat itu sendiri.
Tamat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar