Bulan sudah menggantung tinggi di langit malam saat aku baru saja sampai di rumah, pukul 23.00 kira-kira. Setelah memberikan beberapa lembar uang kertas kepada tukang ojek yang kusewa, kakiku memaksakan dirinya untuk melangkah masuk walau terasa lelah luar biasa.
.
"Assalamualaikum!" sapaku kepada siapa saja yang ada di dalam. Tidak ada jawaban.
.
Mungkin Mas Jaka belum pulang. Menjadi pasangan suami-istri yang keduanya hobi dipaksa lembur di kantor masing-masing memang merepotkan.
.
"Assalamualaikum!" sapaku kepada siapa saja yang ada di dalam. Tidak ada jawaban.
.
Mungkin Mas Jaka belum pulang. Menjadi pasangan suami-istri yang keduanya hobi dipaksa lembur di kantor masing-masing memang merepotkan.
Mengeluarkan kunci dari kantong tas, kubuka pintu ruang tamu, kemudian berjalan langsung menuju kamar tidur dengan bergegas. Saat itulah suara gemericik air dari kamar mandi terdengar jelas. "Oh, Mas Jaka mandi toh, pantas aja ndak jawab salam."
.
Tanpa berniat membasuh badan terlebih dahulu, kaos santai sudah kupakai menggantikan seragam. Lelah sudah mengaburkan fokusku hingga tidak peduli lagi dengan kebersihan badan.
.
Telinga menangkap derit pintu yang terbuka saat aku merangkak di atas ranjang dan langsung rebah. Setelah beberapa detik, derak kasur kembali terdengar saat Mas Jaka ikut naik di sana.
.
Setelah itu sunyi. Malam melaju senyap setiap waktu yang dilalui.
.
Dan dingin.
.
Sebenarnya untuk ukuran keadaanku saat ini, lima detik saja sudah cukup untukku jatuh tidur dan tidak dapat diganggu, seperti orang mati. Namun hembusan napas Mas Jaka yang kasar juga tidak beraturan di leher membuatku terganggu dan merinding.
.
Ting!
.
Telepon genggamku berbunyi tiba-tiba.
.
Ah, mengganggu saja.
.
Walaupun merasa kantuk berat, kupaksakan sebelah mata terbuka guna memeriksa notif WA yang baru saja masuk. Mungkin dari bos, urusan penting barangkali.
.
Segera kubuka tanpa melihat ID-nya terlebih dahulu. Isinya:
.
.
Maaf Dek, Mas pulangnya telat. Tidur duluan aja ya. Love U.
.
.
Loh?
.
Tunggu! Pesan ini dari ... Mas Jaka?!
.
Lalu, yang sedang memeluk pinggangku ... siapa?
.
Tidak.
.
Perut otomatis tegang. Bahkan napasku sempat terhenti dan sekarang terhembus tidak tenang. Jantung bodoh! Dengan debaran paling keras sepanjang hidup, bagaimana jika siapapun di belakangku sadar apabila aku telah tahu bahwa dia bukan laki-laki yang kusayang?!
.
Rengkuhannya makin erat pada badanku.
.
Siapa dia?
.
Pembunuh? Penculik? Perampok? Atau ... hantu?
.
Aku terlalu takut untuk menoleh.
.
Bibirku bergetar bersama dengan rahang yang terus saja bergemeletuk, bukti betapa pengecutnya diriku.
.
Tapi siapa dia?
.
Akhirnya, dengan setitik keberanian yang tersisa, kutekan aplikasi kamera pada telepon yang masih di genggaman, lalu mengubahnya dengan mode kamera depan.
.
Tertangkap.
.
Gambarannya ada di sana.
.
Wajah hitam.
.
Bergigi hiu.
.
Dan menatapku balik dari layar, lengkap dengan seringai.
.
Tamat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar