Um, hai ...? Namaku Aro, umur 20 tahun dan blablabla. Sebenarnya, kalian tidak perlu tahu resume kehidupanku lebih lanjut, karena inti dari cerita ini bukanlah aku, melainkan wanita itu, Lonely_girl.
***
18 Mei 2015
***
18 Mei 2015
Inilah hari dimana semuanya berawal.
Seperti yang biasa kulakukan saat waktu senggang, kubuka akun Wattpad, lalu segera meneruskan cerita bersambung yang syukurnya hampir tamat, hanya tinggal bab-bab akhir dan epilog. Kemudian, tiba-tiba pesan itu masuk, pesan pertamanya.
Seperti yang biasa kulakukan saat waktu senggang, kubuka akun Wattpad, lalu segera meneruskan cerita bersambung yang syukurnya hampir tamat, hanya tinggal bab-bab akhir dan epilog. Kemudian, tiba-tiba pesan itu masuk, pesan pertamanya.
Lonely_girl
Heyo, Bro!
Heyo, Bro!
Semula kupikir, "Idih, siapa nih orang? Sok akrab banget." Sempat terlintas niat untuk mengabaikannya saja, tapi setelah beberapa saat muncullah berbagai kemungkinan yang pastinya akan membuatku menyesal di kemudian hari jika benar-benar kulakukan. Pertama, mantan yang minta balikan. Kedua, perempuan yang ingin PDKT. Ketiga, seorang random yang mengapresiasi karya. Walau aku nyaris yakin jika presentase kebenaran nomor satu dan dua berada di bawah nol.
Arrow123
Heyo! Kenapa, Teteh?
Heyo! Kenapa, Teteh?
Belum sempat berkedip, balasannya sudah masuk notifikasiku.
Lonely_girl
Gak ngapa-ngapain sih, cuma mau bilang GUE KAGUM BANGET AMA LOE, YA AMPUUUUN!!!
Gak ngapa-ngapain sih, cuma mau bilang GUE KAGUM BANGET AMA LOE, YA AMPUUUUN!!!
Eh?
Agak kaget sebenarnya di-inbox seorang perempuan yang blak-blakan seperti ini, tapi toh tidak ada ruginya.
Arrow123
Wah, makasih.
Wah, makasih.
Itu reply yang wajar, kan? Karena jujur saja, terasa canggung bagiku saling chatting dengan orang asing, walau itu penggemar sekalipun.
Lonely_girl
He-um. Wah! Bener deh! Gimana sih lu bisa bikin cerita sebagus itu?! Gue kasih tau ya, nggak nyangka banget loh ending ceritanya kayak gitu!!! Nyata banget pula!!! Gue sampe merinding waktu tau psikopatnya ternyata cuma halusinasi si tokoh cewek, apalagi waktu adegan bunuh-bunuhnya! Seolah-olah nih ya, lu itu tau banget detil gimana caranya bunuh orang. Wkwkwkwk.
He-um. Wah! Bener deh! Gimana sih lu bisa bikin cerita sebagus itu?! Gue kasih tau ya, nggak nyangka banget loh ending ceritanya kayak gitu!!! Nyata banget pula!!! Gue sampe merinding waktu tau psikopatnya ternyata cuma halusinasi si tokoh cewek, apalagi waktu adegan bunuh-bunuhnya! Seolah-olah nih ya, lu itu tau banget detil gimana caranya bunuh orang. Wkwkwkwk.
Oke, jadi sekarang secara tidak langsung, penulis cerita thriller sepertiku dituduh menjadi pembunuh oleh seorang perempuan yang hiperbola?
Arrow123
Gitu ya? Hehe.
***
Sedikit aneh, tapi memang begitulah kejadiannya.
Gitu ya? Hehe.
***
Sedikit aneh, tapi memang begitulah kejadiannya.
Percakapan kami sampai di situ. Kukira dia menyerah melihat reaksiku yang awkward kepadanya. Namun seminggu kemudian, perempuan itu muncul lagi.
***
25 Mei 2015.
***
25 Mei 2015.
Lonely_girl
Heyo, Cuy!
Heyo, Cuy!
Dia lagi? Wah.
Arrow123
Ya, ada apa lagi, Teh?
Ya, ada apa lagi, Teh?
Lonely_girl
Minta no WA. Btw, lu kok selalu panggil gue Teteh, sih? Emang tau kalau gue perempuan yang lebih tua dari lu? Lah gimana kalau ternyata gue cowok, hayo?
Minta no WA. Btw, lu kok selalu panggil gue Teteh, sih? Emang tau kalau gue perempuan yang lebih tua dari lu? Lah gimana kalau ternyata gue cowok, hayo?
Untuk sesaat, otak yang ada di kepala tidak menjalankan tugas dengan semestinya, tenggelam oleh panik. Gawat! Apakah selama ini aku termakan stereotip bahwa setiap akun yang berunsur "girl" dan hal feminim lainnya selalu dimiliki perempuan?
Arrow123
... jadi lu cowok?
... jadi lu cowok?
Waktu yang dia gunakan untuk membalas ternyata cukup membuatku terserang migrain ringan.
Lonely_girl
Nggak lah. Hahahaha. Cemas ya? Wkwkwkwk. Gue cewek tulen kok. Makanya, kirim gih nomor WA lu, biar gue kirimin foto buat bukti.
Nggak lah. Hahahaha. Cemas ya? Wkwkwkwk. Gue cewek tulen kok. Makanya, kirim gih nomor WA lu, biar gue kirimin foto buat bukti.
Yang kuingat, setelah beberapa bujukan, ancaman, bahkan teror, nomor WA-ku akhirnya sampai kepada perempuan itu. Tidak sampai satu menit, sebuah gambar masuk dan sialnya, langsung auto-download. Saat kubuka, wajah busuk seorang pocong menyambutku. Njay, prank!
Tanpa sadar, banyak umpatan dan kata kasar terketik secara reflek oleh sistem pertahananku. Dan tanpa sadar pula, terkirim.
Tanpa sadar, banyak umpatan dan kata kasar terketik secara reflek oleh sistem pertahananku. Dan tanpa sadar pula, terkirim.
"Tolol! Kok bangsat banget sih gue ama perempuan?!"
Namun yang membuatku lebih takjub adalah balasannya, sepenggal voice note.
Diawali dengan tawa lepas, manis dan menyegarkan. "Syukurin lu!" semburnya.
***
Detik, menit, jam, hari, setelah itu bulan berlalu. Leni--nama yang baru-baru ini kuketahui--tanpa henti memberiku perhatian yang mampu membangkitkan rasa GR.
Diawali dengan tawa lepas, manis dan menyegarkan. "Syukurin lu!" semburnya.
***
Detik, menit, jam, hari, setelah itu bulan berlalu. Leni--nama yang baru-baru ini kuketahui--tanpa henti memberiku perhatian yang mampu membangkitkan rasa GR.
Dia perempuan anggun pada saat-saat tertentu, humoris setiap dibutuhkan, lalu sisanya imut.
Bagaimana aku tidak jatuh hati?
Dari foto profil yang dia pasang, aku tau wajahnya cantik, sangat malahan.
Namun yah ..., seperti pengalamanku sebelum-sebelumnya, dilarang keras berharap terlalu tinggi kepada perasaan manusia, jatuh dan sakit malahan ujungnya.
Namun yah ..., seperti pengalamanku sebelum-sebelumnya, dilarang keras berharap terlalu tinggi kepada perasaan manusia, jatuh dan sakit malahan ujungnya.
Lalu, keanehan mulai terjadi pada isi percakapan yang dia bahas.
***
Leni
Hei, Ro. Tau nggak rasanya dicabut nyawa lu?
***
Leni
Hei, Ro. Tau nggak rasanya dicabut nyawa lu?
Mataku otomatis melotot di pagi buta waktu itu. Dari sekian topik yang bisa dibahas pada fase bangun tidur, kenapa Leni memilih hal tersebut?
Anda
Ya mana gue tau, emang lu pikir gue pernah mati? Wkwkwk. Kalau gue udah dikubur nanti, bakalan gue kasih tau rasanya ke lu deh. Wkwkwkwk.
Ya mana gue tau, emang lu pikir gue pernah mati? Wkwkwk. Kalau gue udah dikubur nanti, bakalan gue kasih tau rasanya ke lu deh. Wkwkwkwk.
Leni
Wkwkwkwk. Bener loh ya! Janji?
Wkwkwkwk. Bener loh ya! Janji?
Anda
Iye. Hahahaha.
***
Ada yang ganjal. Perlahan-lahan aku sadar akan hal ini. Namun dulu, aku tidak tau apa tepatnya.
***
9 Agustus 2015.
Iye. Hahahaha.
***
Ada yang ganjal. Perlahan-lahan aku sadar akan hal ini. Namun dulu, aku tidak tau apa tepatnya.
***
9 Agustus 2015.
Rekaman suara berdurasi 15 detik diterima WA-ku pada tengah malam itu, dari Leni.
Waktu kuputar, isinya ... sepi.
Waktu kuputar, isinya ... sepi.
Beberapa saat berlalu dengan tanpa bunyi, bahkan tak ada desah napas ataupun desau angin, sunyi yang mampu membuatmu merinding.
Saat-saat terakhir, barulah sesuatu muncul, seperti ... kau tahu suara saat kukumu menggaruk-garuk tembok ataupun kayu?
Rekaman berakhir. Dan aku tidak tahu kenapa mendadak tanganku terasa dingin.
Rekaman berakhir. Dan aku tidak tahu kenapa mendadak tanganku terasa dingin.
Anda
Apaan tuh?
Apaan tuh?
Tanpa balasan.
Ah, mungkin hanya salah pencet, pikirku.
***
16 Agustus 2015.
***
16 Agustus 2015.
Inilah puncaknya.
Frekuensi chatting kami makin menurun setelah voice note anehnya kuterima. Lalu suatu hari, sama sekali tidak ada.
Bisa kau bayangkan betapa kagetnya aku yang tiba-tiba mendapat video call dari Leni setelah sekian lama? Tengah malam pula.
Mungkin penting, jadi kubuka saja.
Mungkin penting, jadi kubuka saja.
Gelap. Absennya cahaya pada layarku yang menampilkan keadaan di sekitar Leni jelas membingungkan.
"Len?"
Tidak ada jawaban.
Perempuan ini keliru lagi, kah?
"Leni?"
Kutunggu beberapa saat, sunyi yang sama dengan seminggu yang lalu kembali membuatku menggigil.
Lalu sebuah teriakan pilu hampir saja meledakkan jantungku, bahkan smartphone refleks terlempar ke samping kasur.
Lolongan kesakitan itu terus berlanjut, menyayat, dan terasa sangat pedih bagi siapapun.
Lolongan kesakitan itu terus berlanjut, menyayat, dan terasa sangat pedih bagi siapapun.
What the hell is going on?!
Jika ini adalah salah satu pranknya lagi, sungguh, sangat tidak lucu.
"Leni, jawab gue!
Kini hanya rintihan yang terdengar, permohonan ampun samar-samar terselip di antaranya. Suara siapa itu? Leni? Mohon ampun untuk apa?
"Len! Oy!"
Sambungan terputus.
Something's wrong.
***
Dan sekarang, di sinilah aku.
***
Dan sekarang, di sinilah aku.
Berhadapan dengan adik Leni yang berusia sekitar 17 tahun di depan rumahnya setelah stalking mati-matian berbekal ID Wattpad Lonely_girl.
"Siapa? Ada perlu apa?" tandas gadis itu tanpa rasa hormat kepada yang lebih tua. Maklumi saja, toh aku adalah tamu yang tidak diundang, dan yang bahkan tidak dipersilahkan duduk.
"Maaf, saya tahu ini terdengar aneh, tapi bisakah saya bertemu dengan Leni sebentar? Saya khawatir, soalnya kemarin--"
"Apa urusan Anda dengan kakak saya?" Walau keketusannya benar-benar membuat jengkel, tapi terlihat jelas tanda-tanda kesedihan di wajah muda tersebut.
"Apa urusan Anda dengan kakak saya?" Walau keketusannya benar-benar membuat jengkel, tapi terlihat jelas tanda-tanda kesedihan di wajah muda tersebut.
Sepasang sepatuku terlihat bergerak-gerak gelisah di depan ambang pintu. Bocah ini murung, jadi benar, sesuatu yang buruk menimpa Leni.
"Ada urusan apa sama kakak saya?!" tanyanya lagi karena aku tak kunjung menjawab. Titik air mengumpul di sudut mata gadis itu. Tangisnya siap meledak kapan saja hanya dengan sedikit sentilan sentimentil.
Benar-benar ... seburuk itu, kah?
Dengan ragu aku memulai, "Jadi begini, tengah malam kemarin dan kemarinnya lagi kan saya dapet vidcall dari Leni. Isinya agak mencurigakan gitu. Gelap, trus sepi, lalu tiba-tiba aja orang teriak-teriak," jeda sejenak agak aku bisa menjilat bibir yang gemetar gugup, "saya jadinya khawatir, nah buat memastikan Leni baik-baik aja saya langsung ke sini, soalnya udah di-spam nggak dibales-bales sama Leni. So, gimana? Boleh kan saya ketemu dia?"
Yang semula sudah menahan air matanya susah payah, pada akhirnya pecah ruah di pipi merahnya. Namun raut marah dan tersinggung masih tegar menantang pandanganku. "Apa maksud Anda, hah?! Kakak udah meninggal! Dia dibunuh!"
Yang semula sudah menahan air matanya susah payah, pada akhirnya pecah ruah di pipi merahnya. Namun raut marah dan tersinggung masih tegar menantang pandanganku. "Apa maksud Anda, hah?! Kakak udah meninggal! Dia dibunuh!"
Heh?
Bercanda pasti, tidak mungkin, kan?
Menggebu-gebu dia menunjuk hidungku. "Kalau mau nipu orang jangan ke sini! Biarin Kak Leni tenang di alam sana! Nggak mungkin kakak ngehubungin orang apalagi sampai vidcall, soalnya semua akun sosmed dan nomor dia udah ditutup permanen. Bahkan nih ya, hp-nya juga ikut dikubur sesuai wasiat kakak!"
Sesaat terasa kosong rongga dadaku, seolah jantungnya telah hilang.
Lalu dia melanjutkan, "Ini udah seribu harinya."
What the--
Tring!
Leni
Kenapa nanya adik gue? Kalau lu tanya, bakal gue kasih tau kok. Mau bukti foto dalemnya kuburan gue kah?
Kenapa nanya adik gue? Kalau lu tanya, bakal gue kasih tau kok. Mau bukti foto dalemnya kuburan gue kah?
Tamat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar