Rain, kau adalah kesejukan dalam panasnya matahariku. Maukah kau menjadi hujanku?
Terima cintaku dengan mengirimkan lagi surat ini beserta "Ya".
Jika tidak, bakar saja.
Tertanda, Surya.
***
Asap kelabu membumbung tinggi di antara awan, menggelapkan langit yang semula benderang. Sedangkan, gugusan api berkobar ganas membakar segala barang, menghanguskan.
***
Asap kelabu membumbung tinggi di antara awan, menggelapkan langit yang semula benderang. Sedangkan, gugusan api berkobar ganas membakar segala barang, menghanguskan.
"Rain!" Kepala Surya celingukan sedari tadi, berusaha menemukan sahabat tersayang di antara orang-orang yang berhasil menyelamatkan diri. Namun sosok gadisnya tidak terdeteksi. "Sial!"
Lalu, tidak ada yang sempat mencegahnya untuk menerobos gedung yang terkungkung jago merah itu.
Jilatan api di sekeliling seolah memanggangnya, asap menyesakkan dada, bahkan ia harus berjuang keras untuk tidak terbatuk saat mengambil udara.
"Rain!" Kaki panjang Surya melangkah lebar-lebar dengan tergesa, tapi masih belum menemukan tanda Rain berada.
Ia makin panik. Karbon yang ia hirup sekarang mencekik, pandangannya mulai dipenuhi bintik.
"Rai-"
Uhuk!
Tubuh pemuda itu melemas, kakinya goyah kemudian jatuh ke lantai dengan terhempas.
"Ti-dak!"
Tiba-tiba sebuah tangan menariknya berdiri, mulut ditutup dengan telapak halus nan putih, harum yang menguar terasa familiar di indranya kini. "Kau bodoh!"
Manik coklat Surya mengintip melalui bulu mata. Dia ... Rain, gadis hujannya.
Dengan tergesa-gesa, tubuh yang lumayan berotot untuk ukuran seorang perempuan itu memapah Surya. Mereka berdua berjuang melewati koridor dengan kobaran api di sekelilingnya.
Kelabu yang menutupi penglihatan semakin pedih, asap membuat dada seolah tertindih. Namun hanya tinggal sedikit lagi.
Dan ....
Bruk!
Rain dan Surya ambruk seketika, para pemadam kebakaran segera menarik mereka menuju mobil ambulans yang tersedia. Unit kesehatan langsung tanggap mengurus keduanya.
Salah seorang wanita membawa dua masker oksigen dan selimut untuk dipakaikan, "Tarik napas dalam-dalam." Keduanya terbatuk bersamaan.
Perawat tersebut menggeleng-gelengkan kepala, "Sekarang, tenangkan diri kalian dulu. Saya akan mengurus yang lainnya." Kemudian dia berlalu begitu saja, meninggalkan Rain dan Surya dalam kecanggungan luar biasa.
"Bo-bodoh!"
Kepala pemuda itu menoleh seketika, tatapannya menusuk tidak terima. "Kau yang bodoh!"
"Kenapa kau begitu tolol hingga masuk lagi ke gedung yang sedang kebakaran, huh?!" Alis indah Rain menukik tajam.
"Kenapa kau begitu dungunya hingga tidak segera keluar gedung setelah bel tanda kebakaran berbunyi, huh?!" Surya tidak mau kalah garang.
Gadis itu terdiam. Pipinya menggembung sebal, lalu ia mengalihkan pandangan. Beberapa menit kemudian suasana diisi kebisuan, hingga Rain mengucapkan, "Suratmu ...."
Sejenak Surya berpikir, fakta yang terlintas di otak membuatnya mengetatkan bibir. "Jangan bilang ... kebakaran itu disebabkan oleh suratku."
Dia ditolak?
Pemuda itu menghela napas panjang, kepala menunduk dalam, senyum miris terukir pada kenyataan yang terpampang. "Walaupun kau tidak menerimaku, kuharap kita masih bisa jadi sahab--" Puk! Belum sempat Surya menyelesaikan ucapannya, sebongkah kertas menimpuk kepala.
"Suratmu, itu adalah alasan kenapa aku tidak segera keluar gedung. Kau tau seberapa sulitnya aku mencari lembar tipis itu di antara sekian banyaknya kertas di lokerku?!"
Rain bangkit dari duduknya, hentak kesal mengikuti di setiap langkah. Bibir merah mudanya bergerak-gerak sebal, karena Surya.
Sedangkan, laki-laki itu masih membeku karena keterkejutan. Suratnya yang sekarang tertulisi "Ya" besar-besar ada di pangkuan.
***
Ya.
***
Ya.
Karena kau adalah kehangatan dalam dinginnya hujanku. Aku ingin kau menjadi matahariku.
Tertanda, Rain.
Tamat.
#EastStories
#EastStories
Tidak ada komentar:
Posting Komentar