Gemini (The Zodiac)
.
"Selamat pagi!" Ely menyapa ramah, tak lupa senyum ceria tersungging di wajah. Balasan tiap orang berbeda, tapi kebanyakan hanya memalingkan muka, tak acuh bahwa gadis itu ada.
.
Langkah riangnya menuju meja di sudut kelas, tempat di mana ia akan beraktivitas. Ela, saudara kembarnya, segera menemani dengan berdiri di samping jendela. "Kakak duduk saja," Ely berkata. Gelengan menjadi jawaban, "Nanti saja."
.
"Selamat pagi!" Ely menyapa ramah, tak lupa senyum ceria tersungging di wajah. Balasan tiap orang berbeda, tapi kebanyakan hanya memalingkan muka, tak acuh bahwa gadis itu ada.
.
Langkah riangnya menuju meja di sudut kelas, tempat di mana ia akan beraktivitas. Ela, saudara kembarnya, segera menemani dengan berdiri di samping jendela. "Kakak duduk saja," Ely berkata. Gelengan menjadi jawaban, "Nanti saja."
"Lihat, si Aneh itu berulah lagi," salah satu gadis dari gerombolan kelas mereka menyeletuk, mengundang tawa murid lain dengan lirikan sinis di mata mereka yang terarah pada Ely.
.
"Sialan," Ela tidak terima saudara kembarnya dihina. "Sudahlah, Kak. Biarkan." Alhasil, gadis itu hanya terdiam menunduk, dengan segala emosi yang makin menggunduk. Melihat Ela yang berusaha tenang, Ely kembali melanjutkan bacaannya pada buku berjudul "Rahasia Dunia Ghaib" yang baru ia keluarkan.
.
***
Awan kelabu menggantung di angkasa, angin dinginnya berhembus kencang membekukan raga. Ely bergegas mempercepat langkah, gadis itu sudah terlambat pulang ke rumah, ini semua gara-gara segelintir murid jahil yang mengganggunya, dan ia sudah bersiap untuk menerima amukan serta caci maki dari ayahnya.
.
"Kau terkadang harus membela dirimu sendiri, Sister," Ela menasehati dengan gemas, ingatannya masih segar mengenai kejadian memuakkan tadi di kelas. Bagaimana bisa manusia-manusia yang mengaku beradab itu menghajar massa adiknya yang sendirian dan lemas?! "Untung aku bertindak tepat waktu, kalau tidak lukamu akan lebih parah dari ini!"
.
Ely tersenyum lemah, "Terima kasih sudah membelaku. Tapi mungkin masalahnya sekarang adalah hari esok. Para orang tua akan melapor kejadian tadi, mereka tidak akan terima anak-anak manja mereka dihajar sampai pingsan oleh seorang gadis." Satu helaan napas mengiringi akhir kalimat. Terkadang Ely berharap saudara kembarnya dapat lebih mengendalikan amarah.
.
Ela mendengus kasar. "Kau tidak usah sekolah saja besok. Lagipula, murid-murid itu yang mulai duluan, aku menghajarnya karena usaha pembelaan diri!"
.
"Kak, kau harus lebih berusaha menahan emosi."
.
"Katakan saja itu kepada yang memukul hanya karena diabaikan ejekan mereka olehmu!"
.
Ela segera memasuki rumah yang sudah berada di depan mereka dengan amarah yang di ujung batas. Ely menatapnya sedih, kemudian melangkah mengikuti, membuka pintu, dan melangkah masuk dengan hati-hati.
.
Ayah belum pulang?
.
Brak!
.
"Darimana saja kau, hah?!" Ely berjengit kaget oleh teriakan yang ada tepat di belakangnya. Segera ia membalikkan badan, langsung berhadapan dengan amukan ayahnya. Dan saat mencium bau alkohol dari mulut kasar itu, ia tahu ini akan menjadi lebih buruk.
.
Lelaki paruh baya itu menyambar botol minuman keras pada meja di sampingnya. "Apa kau tau kalau kau itu pembawa sial, hah?! Aku ditinggal istriku karena mengadopsimu! Aku kehilangan pekerjaan karena merawat anak aneh sepertimu! Dan sekarang kau berani-beraninya pulang terlambat, mengabaikan semua pekerjaan rumah memuakkan ini setelah apa yang aku korbankan demi anak sepertimu?!"
.
"Maaf, Ayah."
.
"Jangan panggil aku "Ayah", Sialan!"
.
Pyar!
.
Botol itu dibanting marah, pecahannya berhamburan ke mana-mana. Ely makin mengerut ketakutan, perlahan ia mundur dengan gemetar.
.
Tawa sinis keluar dari bibir pria itu. " Kau takut?" Ia mengambil botol kosong lainnya. Pyar! Dasar benda itu pecah, menyisakan leher botol dan pecahan-pecahan tajam di ujungnya. Melihat itu, tremor di tubuh Ely makin tidak terkendali. Mata biru gadis itu melirik ke penjuru arah, hingga ia bertemu pandang dengan tatapan penuh amarah dari saudaranya di celah pintu kamar. Tidak ada cara lain. "Tolong aku, Kak," cicitnya lemah, dan satu titik air mata jatuh dari pelupuknya.
.
"Kau harus menerima akibatnya!" Tangan pria itu terayun, siap menghantam kepala putrinya dengan benda tajam di genggaman.
.
Detik berikutnya, Ely kehilangan kesadaran.
.
***
Tik! Tik!
.
Keningnya mengernyit, terganggu dengan rintik hujan yang jatuh di pipi. Perlahan manik biru itu terlihat. Desisan perih meluncur dari bibirnya yang terluka. Tangan kurusnya terangkat guna memegang kepala berdenyut yang menyiksa. Dengan hati-hati ia mendudukkan diri.
.
Kemudian ia sadar sedang berada di hutan, tampak dari celah pepohonan rumahnya yang sedang berkobaran api.
.
Gawat! Ia harus segera melarikan diri!
.
Sekuat tenaga ia bangkit, dengan beberapa kali jatuh akhirnya ia bisa berdiri.
.
"Aku membunuhnya. Maaf, aku memperburuk keadaan." Ditolehnya Ela yang berada di samping.
.
"Sudahlah, kita pergi saja dari sini sebelum pemadam kebakaran dan polisi datang." Tapi seorang buronan seperti dia akan kemana?
.
"Butuh sesuatu, Gemini?"
.
Ely terduduk kaget. Kakinya yang terkilir terasa nyeri dan tidak dapat menyangga badan. "Kau ...!"
.
Ia ingat pria bertopeng ini. Dialah lelaki yang sama dengan beberapa hari lalu. Laki-laki yang menawarkan perjanjian gila dengan hasil yang tak kalah sinting. "Satu menit lagi petugas-petugas itu akan datang, kau tidak punya banyak waktu untuk memutuskan, Gemini. Perjanjian akan kutawarkan lagi. Maukah kau bergabung dengan kelompokku? Kami membutuhkan orang dengan kemampuan sepertimu.
.
Gadis itu bungkam sejenak, melirik diam-diam Ela di sampingnya. Saat saudaranya mengangguk, ia tahu yang harus ia lakukan. "Aku ikut."
.
Mereka berjabat tangan saat gelegar guntur menggoncangakan.
.
"Selamat datang, Gemini." Zo menyeringai.
.
"Ah iya, bisakah kau buktikan kemampuanmu sekarang? Agar aku yakin kau adalah pilihan yang tepat."
.
Ely tertegun. Dia orang pertama yang meminta hal seperti itu. Tapi bukti apa? Namun saat ia melihat sekeliling pria itu, gadis itu tahu. "Seorang wanita berambut hitam dengan mata abu-abu sedang melihatmu ... dengan dendam."
.
Wanita berambut hitam bermata abu-abu? Zo menegang.
.
" Aku ... terkesan. Baiklah, ayo pergi dari sini. Dan walaupun aku tidak bisa melihatnya, aku tahu hantu saudaramu sedang memelototiku. Tolong suruh dia menghentikan itu.
.
Ely menggenggam tangan kekarnya. Labh! Mereka menghilang.
.
Sang indigo sudah bergabung.
.
Tamat.
Gimana? Kritik dan saran dong? ^-^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar